Type Here to Get Search Results !

05. PERTEMUAN RASULULLAH ﷺ DENGAN PENDETA BUHAIRA

 
Kitab-kitab sirah menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala telah berusia tujuh belas tahun (ada pula yang menyebut berusia dua belas tahun lebih dua bulan sepuluh hari), beliau pergi ke Syam bersama pamannya Abu Thalib untuk melakukan perdagangan dan di sana beliau bertemu dengan pendeta Buhaira di mana ia seorang alim dari Nashrani, paham ajaran Nashrani, ia pun mengenal dengan benar siapakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diriwayatkan oleh Sunan Tirmidzi dari Abu Musa Al-Asy’ari dia berkata, “Abu Thalib pergi ke Syam dengan diikuti oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan tokoh-tokoh Quraisy dan setelah mendekati seorang pendeta, mereka beristirahat, kemudian membiarkan kendaraan mereka mencari kehidupannya. Kemudian pendeta itu keluar menemui mereka, sementara selama ini dia tidak pernah sekali pun menghiraukan kafilah perdagangan itu. Pendeta itu menelusuri tempat mereka berteduh, hingga menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memegang tangannya. Pendeta tersebut berkata, “Inilah Pemimpin Manusia, Inilah Rasul alam semesta, Dia diutus oleh Allah sebagai pembawa rahmat Alam semesta.”

Pemuka Quraisy berkata kepada Buhaira, “Apa dasar kamu, wahai Buhaira?” Dia berkata, “Waktu kamu meninggalkan Aqabah, maka tidak ada batu dan pohon kecuali semuanya bersujud kepadanya. Batu dan pohon tersebut tidak pernah bersujud, kecuali untuk seorang Nabi dan saya mengenalnya dengan tanda kenabian di bawah pundaknya seperti buah apel.” Kemudian pendeta tersebut pulang dan membuatkan makanan untuk orang Quraisy.

Sewaktu mereka mendatangi undangannya, Nabi berada di antara unta-unta. Buhaira berkata, “Panggil dia bersama kalian, kemudian dia datang dan awan telah menaunginya.” Setelah mendekat ke kaum, ternyata naungan pohon itu telah melindungi tokoh Quraisy dan tatkala Nabi duduk, tiba-tiba teduh pohon itu beralih ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Buhaira berkata, “Lihatlah bagaimana teduh pohon itu beralih menaunginya.”

Kemudian dia berpesan agar tidak membawa Muhammad ke Romawi, karena kalau mereka melihat Muhammad, maka mereka pasti mengenalinya dan akan membunuhnya.

Kemudian tiba-tiba ada tujuh orang yang datang dari Romawi, Buhaira menemuinya dan berkata, “Apa yang menyebabkan kalian datang?” mereka berkata, “Kami datang karena pada bulan ini, ada seorang Nabi yang telah melakukan perjalanan dan tidak ada jalan, kecuali telah ditelusuri dan kami telah mendapatkan informasi bahwa dia melintasi jalan kamu ini.”

Buhaira berkata, “Bagaimana pendapat kalian, jika Allah berkehendak atas sesuatu, adakah seorang dari umat manusia ini yang mampu untuk menahannya?” Mereka berkata, “Tidak mungkin.” Buhaira berkata, “Kalau begitu baiatlah dia.” Mereka membaiatnya dan kemudian bertanya, “Siapakah walinya?” Mereka berkata, “Abu Thalib.” Abu Thalib senantiasa berusaha hingga dia mengambil kembali Muhammad dan mengutus bersamanya Abu Bakar dan Bilal, dan pendeta Buhaira membekalinya dengan kue dan minyak.” (HR. Tirmidzi, no. 3620. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa secara sanad, hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani sendiri menyatakan hadits ini shahih, namun tidak ada penyebutan Bilal karena termasuk riwayat yang munkar.)

Pelajaran dari Kisah Pendeta Buhaira

1- Pada kisah Buhaira di atas terdapat bukti bahwa Ahlul Kitab mengetahui sifat dan zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan diutus, pengingkaran mereka terhadap risalah adalah atas dasat ilmu pengetahuan bukan atas dasar kebodohan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ

“Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkat itu.” (QS.Al-Baqarah: 89)

2- Pada kisah Buhaira terdapat kesaksian Ahlul Kitab terhadap Ahlul Kitab, bahkan kesaksian seorang ulama dari Ahlul Kitab tentang kebenaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesaksian terhadap orang-orang Nashrani bahwa mereka akan memusuhi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian Nashrani berkomentar tentang pertemuan Buhaira dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata, “Apa yang dikatakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah diangkat menjadi Nabi adalah dari pengajaran Buhaira’, kalau memang demikian maka patut dikatakan kepada mereka, ‘Kenapa kalian tidak menerima pernyataannya yang mengatakan tentang kebatilah akidah trinitas, penghapusan dosa dan penyaliban, doktrin yang dibawakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pendeta itu?

Kenapa orang-orang Nashrani pada hari ini tidak menerima pernyataan dari sesepuh mereka  (pendeta Buhaira) tentang kebatilan akidah mereka sebagaimana yang difirmakan oleh Allah Ta’ala,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam.” (QS.Al-Maidah: 72)

Dan juga firmannya,

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa.” (QS.Al-Maidah: 73)

Nabi Isa pun membantah akidah trinitas sebagaimana disebut dalam ayat,

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوب

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?.” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.”  (QS. Al-Maidah: 116)

Semoga menjadi pelajaran berharga.

Referensi:

Ar-Rahiq Al-Makhtum. Cetakan kesepuluh, Tahun 1420 H. Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri. Penerbit Darul Wafa’ dan Dar At-Tadmuriyah.

Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah. Cetakan keempat, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi. Penerbit Darus Salam.

Jami’ At-Tirmidzi. Cetakan Tahun 1430 H. Al-Hafizh Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi. Takhrij: Al-Hafizh Abu Thahir. Penerbit Darus Salam.

Referensi Terjemahan:

Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah.

Referensi Web: http://www.kisahislam.net/

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Sumber: https://rumaysho.com/

PERAN WARAQAH MEMANTAPKAN HATI NABI 

Ditunjuk sebagai seorang utusan Allah bukan suatu hal yang mudah bagi Muhammad ﷺ. Ia merasa kebingungan dan tak percaya sepenuhnya dengan apa yang terjadi padanya. Begitu aneh. Begitu membingungkan. Begitu mengagetkan karena ia hanya menginginkan ketenangan dengan uzlahnya. Tiba-tiba malaikat datang. Karena itu, Muhammad ﷺ butuh orang berilmu yang meneguhkannya. Butuh mereka yang kenal risalah untuk menerjemahkan kabar langit itu.

Di antara orang yang meneguhkan Nabi Muhammad ﷺ dengan kabar risalah adalah Waraqah bin Naufal radhiallahu ‘anhu. Seorang berilmu yang beriman terhadap kenabian Musa dan Isa ‘alaihimassalam.

Dialog Kabar Wahyu

Istri Nabi Muhammad ﷺ, Khadijah radhiallahu ‘anha berangkat menemui Waraqah untuk kali kedua. Ia hendak bertanya padanya tentang perihal wahyu yang baru saja diterima suaminya. Kali ini ia tidak sendiri, ia mengajak sang suami turut serta bersamanya. Mendengar langsung dari ulama ahli kitab ini. Dan Khadijah pun ingin agar Waraqah mendengar langsung kabar dari suaminya.

Waraqah bertanya, “Saudaraku, apa yang kau lihat?” Kemudian Rasulullah ﷺ mengabarkan padanya apa yang ia lihat.

Tanpa ragu, Waraqah langsung berucap, “Itu adalah an-Namus yang dulu datang kepada Musa. Duhai sekiranya saat itu aku masih kuat. Sekiranya waktu itu tiba aku masih hidup. Waktu ketika kaummu mengusirmu”.

“Apakah aku akan diusir?” tanya Rasulullah ﷺ menyambar penjelasan Waraqah.

“Iya. Tidak seorang pun yang datang dengan apa yang datang kepadamu kecuali dimusuhi. Jika aku mendapati hari itu, aku akan menolongmu sekuat tenaga”, jawab Waraqah (HR. al-Bukhari Kitab Bad’ul Wahyi No.3 dan Muslim Kitabul Iman, Bab Bad’ul Wahyi, No. 160).

Pelajaran dari Pertemuan dengan Waraqah:

Pertama: pada kisah sebelumnya, Waraqah tidak menjawab dengan ‘Muhammad ﷺ benar (dengan kisahnya)’. Ia menjawab, ‘Jika engkau jujur padaku wahai Khadijah’. Ia bukan meragukan berita yang datang dari Muhammad ﷺ kepada Khadijah. Hanya saja ia khawatir kabar yang disampaikan kepadanya kurang detil. Sebagaimana ketika seseorang menceritakan peristiwa isra mi’raj kepada Abu Bakar. Abu Bakar mengatakan, “Kalau memang dia yang mengatakannya, pasti itu benar.” (HR. al-Hakim 4407).

Kedua: Dalam kisah sebelumnya juga Waraqah mengatakan kepada Nabi ﷺ bahwa beliau adalah Nabinya umat ini. Umat yang dimaksud Waraqah bisa jadi adalah bangsa Arab. Bisa jadi juga dalam artinya lebih luas, seluruh umat manusia. waqaraqah juga mengetahui bahwa beliau ﷺ adalah rasul terakir untuk umat di dunia ini.

Ketiga: Waraqah mengetahui sosok yang ditemui oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah an-Namus al-Akbar. An-Namus adalah pembawa rahasia. Allah ﷻ menunjukkan kepada Jibril suatu rahasia yang tidak ditunjukkan kepada selainnya. Itulah rahasia wahyu.

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS:Al-Jin | Ayat: 26-27).

Waraqah tahu bahwa pembawa rahasia itu adalah Jibril. Pembawa rahasia dari Rabb semesta alam kepada para nabi. Tapi ia hanya menyebut an-Namus yang datang kepada Musa. Ia tidak mengatakan yang datang kepada Isa, padahal ia seorang Nasrani. Kemungkingkan karena pokok syariat Nasrani adalah syariat Yahudi kemudian disempurnakan oleh Nabi Isa. Sebagaimana firman Allah ﷻ,

وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلِأُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ ۚ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ

“Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS:Ali Imran | Ayat: 50).

Oleh karena itu, ucapan Waraqah ini mencakup ajaran dua ahlil kitab. Karena keduanya beriman kepada Jibril yang datang kepada Musa.

Keempat: Waraqah menjawab dengan penuh keyakinan. Tanpa sedikit pun ragu. Bahkan jawaban itu ia lontarkan langsung tanpa jeda berpikir. Karena dia tahu masa-masa itu akan datang seorang nabi. Ia juga tahu, nabi itu akan diutus di Mekah. Ia sudah mengenal siapa Muhammad bin Abdullah. Ketika mendengar kabar tentang an-Namus al-Akbar, ia pun segera menunjukkan keimanannya.

Kelima: Waraqah memberikan kabar yang berulang dan pula akan menimpa Muhammad ﷺ. Ia mengatakan, “Tidak seorang pun yang datang dengan apa yang datang kepadamu kecuali dimusuhi”. Demikian juga bagi orang-orang yang mendakwahkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Berlaku baginya ketentuan ini. karena peperangan antara yang haq dan yang batil akan senantiasa terjadi.

Keenam: Sebelum menerima wahyu, Nabi ﷺ tidak mengetahui kabar tentang umat terhdahulu. Karena itu beliau ﷺ bertanya, “Apakah aku akan diusir?”

Beliau ﷺ tidak membaca sejarah para nabi. Juga tidak mengetahui jalan yang mereka titi. Tidak ada tukang cerita yang menuturkan padanya. Beliau tidak tahu kalau para nabi terdahulu didustakan. Kemudian bagaimana mereka ditolong. Karena itu beliau mengajukan pertanyaan itu. Tidak mungkin semua itu diketahui kecuali melalui jalan wahyu. Hal ini semakin mengokohkan bahwa Alquran benar-benar mukjizat.

تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ ۖ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَٰذَا ۖ فَاصْبِرْ ۖ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ

“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS:Huud | Ayat: 49).

Wafatnya Waraqah

Dalam riwayat al-Bukhari, Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan,

ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ

“Kemudian tak berselang lama Waraqah meninggal dan wahyu berhenti beberapa lama.” (HR. al-Bukhari Kitab Bad’ul Wahyi No.3 dan Muslim Kitabul Iman, Bab Bad’ul Wahyi, No. 160).

Waraqah wafat sehari atau dua hari setelah Rasulullah ﷺ mendapat risalah. Tidak ada kata lagi yang terucap dari Waraqah kecuali kalimat itu. kalimat yang terucap dengan penuh yakin bahwa Anda (Muhammad ﷺ) adalah seorang Nabi.

Wafatlah seorang yang beriman dengan kerasulan Muhammad ﷺ. Seorang yang teguh dengan ajaran yang hanif, ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa ‘alaihimassalam. Karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda,

لا تَسبُّوا ورقةَ بنَ نوفلٍ، فإنِّي رأيتُ له جَنةً أو جَنتينِ

“Jangan kalian cela Waraqah bin Naufal. Sesungguhnya aku melihat memiliki satu atau du ataman (di surga).”  (HR. al-Hakim 4211. Ia mengatakan hadits shahih sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim walaupun tidak diriwayatkannya. Al-Albani dalam as-Silsilatu ash-Shahihah 405).

Rasulullah ﷺ bersedih dengan wafatnya Waraqah. Dialah yang memberinya kekuatan dan keyakinan –setelah Allah ﷻ- tentang datangnya risalah. Semoga Allah meridhai dan merahmati Waraqah bin Naufal.

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more: https://kisahmuslim.com/