Type Here to Get Search Results !

23. KISAH PEMBANGUNAN MASJID QUBA

Masjid ini dinamakan Masjid Quba Karena terletak di bangun di kampung yang namanya Qubaa’, disitulah tempat tinggalnya bani Ámr bin Áuf([1]), yang jaraknya sekitar 5 km di sebelah barat daya Masjid Nabawi. Asalnya Quba’ adalah nama sebuah sumur di sana, namun akhirnya menjadi nama kampung (lihat al-Maghoonim al-Muthoobah fi Maálim Toobah hal 323)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah ke kota Madinah, maka kegiatan pertama yang dilakukan oleh beliau adalah membangun masjid Quba’. Karenanya masjid Quba’ adalah masjid yang pertama di bangun dalam Islam dan masjid yang pertama yang digunakan oleh Nabi untuk sholat berjama’ah bersama para sahabat([2]). Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam tinggal di kampung Bani ‘Amr bin ‘Auf belasan hari sembari mendirikan masjid Quba. (Lihat HR Al-Bukhari no 3906)



Gambar masjid Quba
Mesjid ini benar-benar sangat berkesan di hati Nabi shallallahu álaihi wasallam. Karenanya Nabi setiap hari sabtu mendatangi Masjid ini. Ibnu Umar berkata

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ، مَاشِيًا وَرَاكِبًا

“Nabi shallallahu álaihi wasallam biasa mendatangi Masjid Quba setiap hari sabtu, baik berjalan kaki maupun naik tunggangan” (HR Al-Bukhari no 1193)

Dalam riwayat yang lain:

إِنَّهُ كَانَ يَأْتِيهِ كُلَّ سَبْتٍ، فَإِذَا دَخَلَ المَسْجِدَ كَرِهَ أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ حَتَّى يُصَلِّيَ فِيهِ

“Nabi selalu mendatangi Masjid Quba’ setiap hari sabtu, maka jika beliau sudah masuk masjid beliau benci untuk keluar dari masjid kecuali setelah sholat di situ” (HR Al-Bukhari no 1191)

Dalam riwayat yang lain, فَيُصَلِّي فِيهِ رَكْعَتَيْنِ “Maka Nabipun sholat di Masjid Quba 2 rakaát” (HR Al-Bukhari no 1194)

Dan kebiasaan Nabi ini diikuti oleh Ibnu Umar. Nafi’ berkata,

وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا «يَفْعَلُهُ»

“Ibnu Umar juga melakukannya” (HR Al-Bukhari no 1193)

Diriwayatkan bahwasanya Nabi shallallahu álaihi wasallam turun langsung dalam pembangunan masjid Qubaa’. Dari Syamuus binti Nu’man radhiallahu ánhaa bahwasanya dia berkata:

نَظَرْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَدِمَ، وَنَزَلَ وَأَسَّسَ هَذَا الْمَسْجِدَ، مَسْجِدَ قِبَاءَ، فَرَأَيْتُهُ يَأْخُذُ الْحَجَرَ – أَوِ الصَّخْرَةَ – حَتَّى يَصْهَرَهُ الْحَجَرُ، وَأَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ التُّرَابِ عَلَى بَطْنِهِ وَسُرَّتِهِ، فَيَأْتِي الرَّجُلُ مِنْ أَصْحَابِهِ وَيَقُولُ: بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللهِ، أَعْطِنِي أَكْفِكَ، فَيَقُولُ: «لَا خُذْ حَجَرًا مِثْلَهُ»

“Aku melihat Rasulullah shallallahu álaihi wasallam ketika beliau tiba (di Quba), beliau tinggal dan membangun masjid ini yaitu Masjid Qubaa’. Saya melihat beliau mengambil sebuah batu besar lalu beliau dekatkan ke (perut) beliau([3]), dan aku melihat bekas putihnya tanah di perut atau pusar beliau‚ lalu datang seeorang sahabat dan berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah biarkan saya yang bawa”. beliau menjawab, “Tidak‚ Ambillah batu lain yang semisalnya !”. Dan sampai pada ahirnya beliau selesai membuat pondasinya. (HR At-Thobroni di al-Mu’jam al-Kabiir no 802. Al-Haitsami berkata, “Para perawainya tsiqoh” (Majma’ Az-Zawaaid 4/11 no 5898), akan tetapi hadits ini didhoífkan oleh Al-Albani di Ats-Tsmar al-Mustathoob 2/569-570)

Keutamaan Mesjid Quba’
Masjid Quba’ memiliki keutamaan-keutamaan yang tidak di miliki oleh masjid-masjid yang lain, sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an dan Sunnah, di antara keutamaanya adalah :

Masjid Quba’ adalah masjid yg pertama kali di bangun oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam saat berhijrah ke madinah.
Allah mengabadikan penyebutannya didalam Al Quran dengan menyanjungnya, sebagaimana firman Allah :
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih” (QS At-Taubah : 108)

Firman Allah tentang masjid Quba’ لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ (“Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama”) dijadikan dalil oleh sebagian ulama (yaitu As-Suhaili rahimahullah) akan kebenaran penanggalan hijriyah yang dimulai dari tahun hijrohnya Nabi shallallahu álaihi wasallam. Hal ini karena tentunya “hari pertama” bukanlah maksudnya hari pertama dari seluruh zaman dan waktu, akan tetapi maksudnya adalah hari pertama kali Nabi tinggal menetap di kota Madinah, yaitu ketika berhijrah ke kota Madinah. Maka dengan demikian apa yang telah disepakati oleh Umar bin al-Khottob dan para sahabat untuk menjadikan tahun hijrah Nabi sebagai tahun pertama Islam adalah sangat tepat. (lihat Ar-Roudh al-Unuf, As-Suhaili 4/155, Fathul Baari 7/268,  al-Maghoonim al-Muthoobah hal 326-327)

Pahalanya orang yang sholat di majid Quba’ seperti pahala orang yang melaksanakan umrah. Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda :
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ، فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ

“Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian mendatangi masjid Quba’ lalu sholat di dalamnya dengan suatu sholat maka baginya seperti pahala orang yang melaksanakan umrah” (HR Ibnu Majah no 1412 dan dishahihkan oleh Al-Albani dan Al-Arnaúuth)

Saád bin Abi Waqqosh berkata :

لَأَنْ أُصَلِّيَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ (رَكْعَتَيْنِ) أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّيَ فِي مَسْجِدِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ

“Sungguh aku sholat di masjid Quba’ (2 rakaát) lebih aku sukai dari para sholat di Masjidil Aqsho” (HR Al-Hakim no 4280, al-Baihaqi di as-Sunan al-Kubro no 10296, Ibnu Abi Syaibah di al-Mushonnaf no 7533, Ibnu Syabbah di Taariikh al-Madinah no 7533, dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar di Fathul Baari 3/69. Tambahan “dua rakaát” hanya terdapat pada Taariikh al-Madinah) ([4])

Hukum-hukum berkaitan dengan sholat di Masjid Quba’
Pertama : Untuk bisa mendapatkan pahala umroh dengan sholat di Masjid Quba’, maka hendaknya seseorang berwudhu dari rumahnya, atau dari hotelnya baru menuju ke masjid Quba’([5]).

Kedua : Jika telah berwudhu dari rumah/hotel lantas di tengah perjalanan menuju Masjid Quba’ wudhunya batal maka silahkan ia berwudhu lagi, dan batalnya wudhu tersebut tidak menghalangi pahala umroh

Ketiga : Adapun sholat yang dinilai dengan pahala umroh maka bersifat umum, baik sholat fardu maupun sholat sunnah, karena hadits datang secara mutlak.

Keempat : Jika seseorang berniat melakukan sholat sunnah di Masjid Quba’ maka boleh sholat dua rakaát dan boleh juga 4 rakáat. Dalam sebagian riwayat disebutkan 2 rakaát([6]) dan dalam sebagian riwayat 4 rakaát([7]).

Kelima : Hendaknya seseorang tidak menyengaja untuk sholat di Masjid Quba’ di waktu-waktu terlarang, seperti setelah sholat subuh dan setelah sholat ashar([8]). Akan tetapi jika seseorang ke Masjid Quba dalam rangka sholat fardu, misalnya sholat maghrib, lantas ia datang di waktu setelah ashar maka tidak mengapa ia sholat tahiyyatul masjid untuk menunggu sholat maghrib([9]).

Keenam : Tidak mengapa bagi para jamáh haji/umroh untuk mengulang-ngulang ziaroh ke Masjid Quba’ untuk sholat di situ, meskipun setiap hari([10]).

Ketujuh :Diantara sunnah Nabi adalah ke Masjid Quba’ dengan naik tunggangan (kendaraan) dan juga dengan jalan kaki. Maka hendaknya seseorang juga menyengajakan untuk ke Quba’ dengan berjalan kaki sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam, meskipun ini akan memakan waktu yang cukup lama dan kelelahan. Akan tetapi semua ini akan dihitung sebagai amal sholih([11]).

___________________________________________________________________

Footnote:

([1]) Lihat Fathul Baari 7/243

([2]) Lihat Fathul Baari 7/656 dan al-Bidaayah wan Nihaayah 4/519

([3]) Lihat makna يَصْهَرُ di Lisaanul Árob 4/472

([4]) Muhammad bin Áli Aadam al-Ethyubi berkata, مِثْلُ هَذَا لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ، إِذْ لاَ يُقَالُ مِنْ قِبَلِ الرَّأْيِ “Seperti ini dihukumi marfu’ (dari Nabi shallallahu álaihi wasallam) karena yang seperti ini tidak bisa berdasarkan pendapat semata” (Dzakhirotul Úqbaa 8/568)

([5]) Bahkan sebagian ulama tidak mempersyaratkan berwudhu di rumah/hotel untuk memperoleh pahala umroh. Diantaranya Ibnu Taimiyyah (Iqtidhoo’ Shirrotil Mustaqiim 2/342) dan As-Sindi (Hasyiat As-Sindi ála Sunan Ibni Maajah 1/431). Tentunya semua sepakat bahwa berwudhu di rumah/hotel baru berangkat menuju masjid Quba’ tentu lebih afdhol.

 

([6]) Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar (HR Al-Bukhari 1194)

([7]) Diantaranya berdasarkan hadits Sahl bin Hunaif, bahwasanya Nabi besabda :

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ جَاءَ مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَرَكَعَ فِيهِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، كَانَ ذَلِكَ عَدْلَ عُمْرَةٍ

“Barang siapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya, kemudian mendatangi masjid Quba, lalu ia sholat 4 rakaát maka itu seperti umroh” (HR Ibnu Abi Syaibah di al-Mushonnaf no 32525 dan dishahihkan oleh al-Albani di As-Shahihah no 3446)

([8]) Sebagaimana yang difatwakan oleh al-Útsaimin (lihat http://binothaimeen.net/content/12702)

([9]) Sebagaimana yang difatwakan oleh Ibn al-Jibrin (lihat http://www.ibn-jebreen.com/fatwa/vmasal-716-.html)

([10]) Sebagaimana yang difatwakan oleh Ibn al-Jibrin (lihat http://cms.ibn-jebreen.com/fatwa/home/section/1219)

([11]) Sebagaimana yang difatwakan oleh Ibn al-Jibrin (lihat http://cms.ibn-jebreen.com/fatwa/home/view/10389#.W-mNw5MzY2w)