Pengepungan Thaif disebutkan berlangsung 40 hari, 20 hari dan 18 hari.
Pengepungan Thaif yang terjadi pada bulan Syawal tahun ke-8 Hijriyah atau 630 Masehi sebenarnya merupakan kepanjangan dari perang Hunain yang dimenangkan oleh kaum Muslimim. Namun, setelah memukul mundur pasukan tentara Hawazin dan Tsaqif dalam Perang Hunain, pasukan tentara Muslim terus mengejar mereka hingga ke Thaif.
Mayoritas pasukan musuh masuk ke Thaif bersama komandan tertinggi mereka, Malik bin Auf An-Nashri. Dalam buku Sirah Nabawiyah, Butir Butir Perjalanan Hidup Rasulullah SAW, karya Muhammad Atim, Rasulullah meminta Khalid bin Walid berangkat lebih dulu bersama 1.000 pasukan, kemudian segera menyusul. Ketika sampai di Thaif kaum musyrikin bersembunyi dibalik benteng milik Malik bin Auf, dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengepungnya.
Pada awal pengepungan, pasukan musuh melancarkan serangan panah dan lemparan batu hingga ada 12 Muslim yang terluka. Kemudian Rasulullah SAW memindahkan markas pasukan ke daratan yang lebih tinggi dan menggunakan manjanik (alat untuk melemparkan batu atau benda keras dalam perang) untuk melemparkan batu hingga dapat menembus benteng. Sayangnya, banyak diantara kaum Muslimin terbunuh kerana anak panah.
Beliau juga menggunakan strategi menebang banyak pohon kurma dan membakarnya lalu diserukan siapa yang turun dari benteng akan bebas. Mendengar seruan itu, sebanyak 23 orang dari mereka turun menemui Rasulullah SAW, diantaranya Abu Bikrah. Mereka semuanya dibebaskan oleh Rasulullah SAW dan dijamin segala keperluan hidupnya kepada Muslimin yang mampu. Sikap bijaksana Rasulullah SAW itu berhasil melemahkan perlawanan penduduk Thaif yang masih bertahan.
Pengepungan tersebut berlangsung cukup lama dan sulit ditaklukkan karena pertahanan musuh cukup kuat. Dalam riwayat disebutkan, lamanya 40 hari, 20 hari dan 18 hari atau 15 hari.
Mengurung kaum Tsaqif di Thaif memang membutuhkan pengorbanan yang besar. Bahkan sebanyak 12 sahabat gugur dalam perang itu, sedangkan dari musuh hanya tiga orang yang tewas.
Sebenarnya, Rasulullah SAW tidak berniat membinasakan kaum Tsaqif, justru beliau berharap orang-orang Tsaqif bisa ditaklukkan dan masuk Islam. Sebab, kaum itu adalah orang-orang cerdik dan pintar.
Rasulullah SAW pun berdoa: "Ya Allah, berilah petunjuk bagi orang-orang Tsaqif." Hingga akhirnya, doa dan harapan Rasulullah itu tercapai. Kaum Tsaqif sempat mengirimkan utusannya menghadap Nabi SAW dan menyatakan keislamannya.
Setelah sekian lama mengepung Thaif, Rasulullah SAW meminta pendapat kepada Nawfal bin Muawiyah Ad-Dili. Dia berkata, ”Mereka adalah rubah di dalam lubang. Jika engkau tetap mengepung mereka, maka mereka pun tidak akan berbahaya.” Selanjutnya, Rasulullah SAW memerintahkan Umar bin Khattab mengumumkan kepada orang-orang, jika esok hari akan pergi. Namun, ada di antara mereka yang keberatan dengan rencana ini.
Mereka berkata, ”Maka kita pergi begitu saja dan tidak menaklukkannya?” Rasulullah SAW menimpalinya, “Kalau begitu serbulah mereka,” sabdanya.
Sayangnya, serbuan yang mereka lakukan mengakibatkan banyak orang terluka karena benteng musuh memang cukup kuat. Maka Rasulullah SAW pun kembali berkata, “Insya Allah besok kita akan pergi.”
Kali ini, perintahnya, membuat pasukan Muslimin senang dan Rasulullah SAW hanya bisa tersenyum. Rasulullah SAW membawa pasukannya kembali ke Jiranah, tempat para tawanan dan rampasan Perang Hunain dijaga. Setelah beranjak pergi, Rasulullah SAW bersabda, ”Ucapkanlah, ’Kami pasrah, bertaubat, menyembah dan kepada Rabb kami memuji."
Sumber: Republika.co.id