Type Here to Get Search Results !

KISAH NABI YUSUF ,ALAIHISSALAM

 

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Diantara anak-anak Ya’qub adalah Yusuf ‘alaihis salam. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda tentang Yusuf, Ya’qub, Ishaq, dan Ibrahim:

الكَرِيمُ، ابْنُ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ

“Yang mulia, putra yang mulia, putra yang mulia, putra yang mulia : Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim álaihimus salam” ([2])

Ini adalah nasab terbaik yang pernah ada, dimana 4 generasi semuanya nabi.

Adapun kisah Yusuf ‘alaihis salama maka telah Allah subhanahu wa ta’ala abadikan dalam surah yang panjang namanya surah Yusuf. Allah menamakan kisah nabi Yusuf dengan أَحْسَنُ القَصَصِ “pengkisahan yang terindah” ([3]). Dalam kisah nabi Yusuf dijelaskan bagaimana akhirnya Bani Israil berpindah dari Palestina menuju Mesir.

Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan tentang kisah anak-anak nabi Ya’qub ‘alaihis salam, tatkala mereka telah dewasa ternyata Ya’qub sangat sayang kepada Yusuf ‘alaihissalam. Yusuf ‘alaihissalam telah bermimpi lalu ia kabarkan mimpinya tersebut kepada ayahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”  (QS. Yusuf: 4)

Dan ini mimpi yang sangat dahsyat. Berarti rembulan, matahari, dan 11 bintang akan tunduk kepada Yusuf ‘alaihissalam. Dan ternyata ditakwilkan di kemudian hari yang dimaksud dengan rembulan adalah Ya’qub, matahari adalah Ibunya, dan kemudian 11 bintang adalah saudara-saudaranya([4]). Ketika ayahnya mengetahui hal ini lalu dia berkata kepada Yusuf ‘alaihissalam,

قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5)

Penulis sering sampaikan bahwa ayat ini merupakan dalil bahwasanya seseorang ketika mendapatkan nikmat maka tidak semua harus dia ceritakan kepada orang lain, tidak semua nikmat harus dia pamerkan di media sosial. Hal ini karena tidak semua orang bisa kuat melihat semua kenikmatan tersebut. betapa banyak wanita memamerkan suaminya sementara wanita-wanita lain suaminya tidak sayang seperti suami wanita tersebut. Dia gandengan dan pelukan dengan suaminya kemudian dia sebarkan di media sosial yang akhirnya banyak wanita yang lihat dan sedih karena tidak pernah dipeluk oleh suaminya. Oleh karenanya tidak semua kenikmatan kita tampakkan. Penulis selalu ingat nasehat Asy-Syaikh Asy-Syatsri haifzohullah, beliau berkata: “Jika ada orang bertanya kepadamu, “Rumahmu punya pribadi atau ngontrak?”, “Rumahmu ada berapa?”, maka janganlah kau jawab. Dan jika ada yang bertanya, “Mobilmu ada berapa?” maka jangan kau jawab. Karena jika kau menjawab dengan jujur rumahmu banyak maka dia akan hasad dan jika kau jawab dengan jujur bahwa kau masih menyewa rumah maka dia akan menghinamu”. Maka jika ditanya dengan pertanyaan seperti ini maka sebaiknya tidak perlu menjawab dan cukup menjawab saja secara global “Alhamdulillah Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi kenikmatan kepada saya atau alhamdulillah saya telah memiliki tempat tinggal”. Maka tidak perlu kita menjawab secara terperinci. Tentu kecuali kepada orang yang kita kenal baik kepada kita.

Adapun sebagian orang di zaman sekarang suka pamer dengan menyebutkan bahwa dirinya memiliki ini dan itu yang akhirnya membuat orang lain hasad dan dengki. Jangankan kepada orang jauh kepada orang dekat saja bisa mendatangkan masalah. Nabi Yusuf tidak diperbolehkan oleh ayahnya untuk menceritakan kepada saudara-saudara kandungnya.

Para ulama mengatakan bahwa surah Yusuf adalah surah makkiyah yang turun di Makkah([5]) dan Allah subhanahu wa ta’ala ingin memberikan tasliyyah/hiburan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya engkau wahai Nabi Muhammad dimusuhi oleh kaum Quraisy yang mereka dari sukumu sendiri dan engkau dimusuhi oleh pamanmu, maka sebelum engkau, Yusuf telah dimusuhi oleh saudara-saudaranya yaitu kakak-kakaknya yang seharusnya kakak-kakaknya membelanya malah  memusuhinya([6]). Walaupun Yusuf tidak cerita tentang mimpinya kepada saudara-saudaranya namun mereka tetap cemburu kepada Yusuf dan akhirnya mereka bermusyawarah untuk berbuat jahat kepadanya.

إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.” (QS. Yusuf: 8)

Akhirnya dikarenakan saking cemburu dan hasad, mereka berkata:

اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ

“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.” (QS. Yusuf: 9)

Ini adalah trik yang bagus menurut mereka yaitu berbuat maksiat sekali saja yaitu dengan membunuh Yusuf lalu kemudian setelahnya bertobat dan menjadi orang yang saleh([7]). Dan itulah yang terkadang membuat orang saleh terjerumus dalam kemaksiatan dengan mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala maha pengampun sehingga dia berani melakukan maksiat dan mengatakan bahwa dia hanya akan melakukannya sekali saja lalu kemudian tidak akan melakukannya lagi karena Allah subhanahu wa ta’ala maha pengampun.

Kemudian salah satu di antara mereka yang bermusyawarah yaitu dari 10 orang bersaudara (dikarenakan Binyamin tidak ikut dalam musyawarah tersebut karena dia satu ibu dengan Yusuf), salah satu di antara mereka berkata:

قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ

“Seorang di antara mereka berkata, “Janganlah kalian membunuh Yusuf, tetapi masukan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir, jika kalian hendak berbuat.” (QS. Yusuf: 10)

Akhirnya merekapun menjalankan rencana jahat mereka tersebut. Mereka berkata kepada ayah mereka:

يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ

“Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya” (QS Yusuf : 11)

Yaitu mereka benar-benar menekankan bahwa mereka sangat menginginkan kebaikan bagi Yusuf. Mereka lalu berkata:

أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami pasti menjaganya.” (QS. Yusuf: 12)

Yaitu jika Yusuf hanya di rumah saja tentu membosankannya, maka biarkanlah dia berjalan-jalan dan kami akan membawanya ke padang rumput. Lalu ayah mereka (Yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihis salam) menjawab:

إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ وَأَخَافُ أَنْ يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَأَنْتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ

“Sesungguhnya kepergian kalian bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku khawatir dia dimakan serigala, sedang kalian lengah darinya.” (QS. Yusuf: 13)

Ini menunjukan betapa sayangnya Ya’qub kepada Yusuf, sehingga untuk berpisah saja darinya dalam waktu yang singkat sudah membuatnya sedih. Terlebih lagi jika ada bahaya yang dikhawatirkan.

Lalu mereka berkata:

قَالُوا لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّا إِذًا لَخَاسِرُونَ

“Sesungguhnya mereka berkata, “Jika dia dimakan serigala, padahal kami golongan (yang kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.” (QS. Yusuf: 14)

Yaitu mereka menekankan mana mungkin mereka yang berjumlah 10 orang tidak bisa melawan serigala yang hanya satu ekor. Akhirnya ayahnya menyetujuinya. Dan ini menunjukkan bagaimana Ya’qub sangat sayang kepada Yusuf. Akhirnya mereka pun pergi membawa Yusuf.

Namun ketika mereka membawanya mereka melemparkannya ke dalam sumur,

فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ

“Maka ketika mereka membawanya dan sepakat memasukkan ke dasar sumur.” (QS. Yusuf: 15)

Waktu nabi Yusuf yang masih kecil dilemparkan ke dalam sumur maka Allah subhanahu wa ta’ala langsung mewahyukan kepada nabi Yusuf,

وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

“Kami wahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan ini kepada mereka, sedang mereka tidak menyadari.” (QS. Yusuf: 15)

Maksudnya Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kabar gembira kepada nabi Yusuf bahwa kau akan selamat dan suatu hari kau akan mengabarkan kembali perbuatan saudara-saudaramu ini kepada mereka([8]). Akhirnya nabi Yusuf pun dilempar ke dalam sumur,

وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلَامٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

“Dan datanglah sekelompok musafir, mereka menyuruh seorang pengambil air. Lalu dia menurunkan timbanya. Dia berkata, “Oh, senangnya, ini ada seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yusuf: 19)

Mereka mengira ada budak yang lepas yang berada di dalam sumur lalu mereka ingin menjadikan Nabi Yusuf sebagai budak mereka. Tatkala mereka ingin mengambil Yusuf, datanglah kakak-kakaknya Yusuf lalu mengatakan bahwa Yusuf adalah budak mereka yang lepas dan jika mereka tetap menginginkannya maka hendaknya mereka membelinya. Akhirnya Yusuf pun dibeli dan uangnya diambil oleh kakak-kakaknya,

وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ

“Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya.” (QS. Yusuf: 20)

Bagi mereka tidak masalah Yusuf dijual dengan harga murah yang penting Yusuf dibawa pergi([9]). Akhirnya Yusufpun dibawa pergi.

Kemudian kakak-kakaknya kembali ke rumah dan pulang di waktu malam,

وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ، قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada petang hari sambil menangis. Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (QS. Yusuf: 16)

Mereka menyengaja untuk kembali ketika waktu sudah memasuki malam agar lebih dramatis, seakan-akan ada permasalahan dan musibah besar. Untuk menyempurnakan tipuan mereka maka mereka menghiasinya dengan tangisan, lalu mereka berkata dengan perkataan yang sangat indah,

قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

“Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (QS. Yusuf: 17)

Mereka semua menyengaja pulang terlambat agar kondisi tersebut bisa memperdaya ayah mereka. Kemudian mereka membawakan baju Yusuf,

وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ

“Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu.” (QS. Yusuf: 17)

Ketika nabi Ya’qub melihat ini semua dia mengatakan,

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ

“Dia (Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 17)

Nabi Ya’qub tidak percaya dengan semua drama ini meskipun anak-anaknya menangis. Jadi kita jangan terlalu percaya dengan orang yang menangis karena orang yang menangis belum tentu benar dan sebagian orang pintar bermain sandiwara. Demikian pula jangan terperdaya dengan indahnya perkataan sebagian orang bisa menutup kebatilan  dengan indahnya perkataan.

Lalu apa alasan Ya’qub tidak membenarkan kakak-kakaknya Yusuf tentang kabar kematian Yusuf? Ada beberapa pendapat:

Pertama: nabi Yusuf telah menceritakan kepada nabi Ya’qub bahwasanya mimpinya tentang matahari, rembulan dan 11 bintang yang sujud kepadanya menunjukkan bahwasanya dia nanti ketika dewasa akan menjadi orang yang besar maka bagaimana mungkin dia meninggal ketika dia masih kecil. Dan ini di antara alasan nabi Ya’qub mendustakan perkataan mereka.([10])

Kedua: ketika didatangkan baju Yusuf yang penuh darah ternyata bajunya tidak terkoyak-koyak. Maka tidak mungkin serigala memangsa Yusuf namun tidak merobek-robek baju Yusuf. Dan ini merupakan indikasi kebohongan mereka. ([11])

Namun apa yang dikatakan nabi Ya’qub walaupun mengetahui kebohongan mereka? dia berkata فَصَبْرٌ جَمِيلٌ “sabar yang indah”. Para Ulama mengatakan bahwa nabi Ya’qub mengetahui bahwa Yusuf tidak mungkin akan kembali dan dia tidak mungkin untuk memaksa kakak-kakaknya Yusuf untuk mengembalikan Yusuf karena mereka semua telah sepakat untuk berdusta dan membohongi nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Ini dalil bahwasanya orang yang saleh terkadang diuji dengan anak-anak yang tidak baik. Nabi Ya’qub adalah nabi yang paling mulia di zamannya. Hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang paling dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala di zaman tersebut adalah Ya’qub ‘alaihissalam. Namun ternyata Allah subhanahu wa ta’ala uji dengan anak-anaknya. Ada anaknya yang saleh seperti Yusuf dan ada anak-anaknya yang tidak saleh yaitu 10 orang yang ternyata menipu ayah mereka padahal ayah mereka seorang nabi. Mereka berani untuk menipu seorang nabi. Namun Ya’qub tetap berkata فَصَبْرٌ جَمِيلٌ “sabar yang indah”. Allah sebutkan  dalam Al-Quran ada beberapa kata yang disifati dengan جَمِيلٌ (indah):

فَصَبْرٌ جَمِيلٌ

“kesabaran yang indah”

Maksudnya kesabaran yang tidak disertai dengan mengeluh kepada orang lain dan dia hanya mengeluh kepada Allah subhanahu wa ta’ala([12]). Kita bisa saja mendapatkan penderitaan atau kesengsaraan tapi jangan sampai kita mengeluhkan kepada manusia. Adapun kita mengeluhkan kepada Allah maka ini adalah yang dituntut. Kita lepaskan semua keluhan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka itulah صَبْرٌ جَمِيلٌ. Karenanya nabi Ya’qub ketika di puncak kesedihan beliau berkata :

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Yusuf: 86)

Inilah kesabaran yang indah.

Lalu sifat indah berikutnya yang disebutkan di Al-Quran yaitu firman-Nya,

هَجْراً جَمِيلاً

“jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzzammil: 10)

Yaitu meninggalkan dengan meninggalkan yang baik yaitu meninggalkan tanpa memberikan gangguan([13]). Mungkin ada orang yang mengganggu kita maka kita tinggalkan dia tanpa harus membalas karena jika kita balas maka ini bukan هَجْراً جَمِيلاً “menjauh dengan cara yang baik”.

Kemudian,

فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ

“Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS. Al-Hijr: 85)

Yaitu memaafkan tanpa mencela([14]), yaitu tidak mengatakan ketika memaafkan, “Kamu memang brengsek namun saya maafkan”. Karena Ash-Shofhul jamil adalah memaafkan dengan tidak meninggalkan komentar atau celaan, adapun jika menasihati maka tidak mengapa. Maka hendaknya seseorang bisa berhias dengan 3 akhlak mulia ini: ash-shobrul jamil, ash-shofhul jamil, dan al-hajrul jamil.

Footnote:
__________

([1]) Kisah nabi Yusuf ‘alaihis salam tentu sangat panjang, namun dalam buku ini penulis hanya menyampaikan inti dari kisah tersebut. Adapun kisahnya secara panjang lebar insya Allah akan penulis siapkan dalam “Tafsir Surah Yusuf” insya Allah.

([2]) HR Al-Bukhari no 3390 dari hadits Ibnu Úmar.

([3]) Sebagaimana dalam firman Allah

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (QS Yusuf : 3)

Sebagian ulama berpendapat bahwa الْقَصَصِ adalah mashdar dari kata kerja قَصَّ (mengkisahkan), sehingga makna dari أَحْسَنَ الْقَصَصِ adalah “Pengkisahan terbaik”, karena yang mengkisahkannya adalah Allah. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa الْقَصَصِ adalah kata benda (الاِسْمُ), yang artinya kisah. Sehingga makna dari أَحْسَنَ الْقَصَصِ adalah “Kisah yang terbaik”  (Lihat Tafsir al-Qurthubi 9/119). Ia adalah kisah yang terbaik karena berbagai banyak perubahan kondisi disebutkan dalam surat ini. Dari ujian yang satu menuju ujian yang lain, lalu dari ujian menunju kenikmatan, dari kehinaan menjadi kejayaan, dari perbudakan menjadi kekuasaan, dari perpecahan dan perpisahan menjadi persatuan dan kebersamaan, dari kesedihan menjadi kebahagiaan, dari kemakmuran menjadi kemarau, dari kemarau menjadi kemakmuran, dari kesempitan menjadi kelapangan dan dari pengingkaran menjadi pengakuan. Maka sungguh agung yang telah mengkisahkannya. (Lihat Tafsir As-Sa’di hal 407)

([4]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 15/557

([5]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 12/197

([6]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 12/198

([7]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 15/564

([8]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/142

([9]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/155

([10]) Lihat: Tafsir Al-Alusi 6/392

([11]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/149

([12]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/151

([13]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 29/268

([14]) Lihat: Mu’jam Al-Lughoh Al-‘Arabiyyah Al-Mu’ashiroh 1/399



Akhirnya Yusuf dijual ke Mesir dan dibeli oleh menteri keuangan yaitu al-Aziz dan dia memiliki seorang wanita yang cantik jelita yang bernama Zulaikha([1]). Dalam literatur Islam tidak disebutkan namanya namun dalam kisah Israiliyyat disebutkan namanya Zulaikha. Akhirnya Yusuf dirawat oleh mereka di keluarga tersebut yang kaya raya dan sang menteri berkata:

عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا

“mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” (QS. Yusuf: 21)

Kebetulan mereka belum mempunyai anak([2]). Akhirnya Yusuf tumbuh berkembang di rumah tersebut dan ternyata dia tumbuh menjadi lelaki yang gagah dan tampan yang berbeda dengan orang-orang setempat. Orang-orang setempat dari suku Qibthi sedangkan Yusuf dari Bani Israil. Akhirnya Zulaikha tertarik dengan Yusuf dan mulailah dia merayu Yusuf  yang kisah ini Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam Al-Quran,

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.” (QS. Yusuf: 23)

Ketika Zulaikha mulai merayu Yusuf dan dia mengunci semua pintu dan dia menghiasi tubuhnya dengan indah kemudian dia mengajak Yusuf. Maka Yusuf pun berkata: مَعَاذَ اللَّهِ “Aku berlindung kepada Allah”, kemudian dia berkata: إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ menurut penafsiran pertama artinya “sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik maka bagaimana mungkin saya menghianati dia”([3]). Atau berdasarkan penafsiran kedua artinya “sungguh, Allah telah memperlakukan aku dengan baik betapa rezeki dan anugerah yang dianugerahkan kepadaku maka bagaimana mungkin saya bermaksiat kepada Rabbul ‘Alamin”([4]). Maka di antara cara agar kita tidak bermaksiat kita harus ingat bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala terlalu baik kepada kita. Jika kita memiliki bos yang sangat baik kepada kita maka tidak mungkin kita berkhianat maka terlebih lagi Allah subhanahu wa ta’ala yang memberikan segalanya kepada kita.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sang wanita sudah sangat berhasrat untuk berzina dengan Yusuf terlebih semua pintu sudah terkunci. Dan Yusuf yang masih muda juga tergerak hasratnya karena melihat kecantikan wanita ini. Dan seandainya Yusuf tidak diberi petunjuk oleh Allah subhanahu wa ta’ala sungguh dia akan terjerumus([5]).

Akan tetapi الهَمُّ (bisikan hati) yang ada di Yusuf tidak sama dengan الهَمُّ yang ada pada sang wanita. Adapun الهَمُّ yang ada pada yusuf hanyalah gerakan hasrat hati yang dilawan oleh Yusuf, dan iapun meninggalkannya karena Allah, karenanya justru Yusuf mendapatkan pahala dari Allah. Adapun الهَمُّ yang ada pada sang wanita maka sudah meningkat hingga pada tekad bulat, dan sampai pada usaha baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka الهَمُّ yang seperti ini terhitung dosa di sisi Allah. Adapun Yusuf maka الهَمُّ beliau tidak menimbulkan dosa karena hanya berupa bisikan hasrat hati dan belum menjadi tekad bulat([6]).

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَاسْتَبَقَا الْبَابَ

“Dan keduanya berlomba menuju pintu.” (QS. Yusuf: 24)

Mereka berdua berlomba menuju pintu. Nabi Yusuf lari menuju pintu untuk kabur dan sang wanita juga lari untuk menangkap Yusuf. Keduanya sama-sama berlomba. Yang satu berlomba pada ketaatan dan yang satunya lagi berlomba pada kemaksiatan. Yang satu berlomba ingin selamat dari zina dan yang satunya lagi berlomba untuk melakukan zina.

وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“dan perempuan itu menarik baju gamisnya (Yusuf) dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami perempuan itu di depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?” (QS. Yusuf: 25)

Inilah kehebatan nabi Yusuf ‘alaihissalam, dia digoda dengan ujian yang luar biasa sampai-sampai Ibnul Qoyyim menyebutkan 10 ujian yang dihadapi oleh nabi Yusuf([7]). Ujian yang paling besar bagi lelaki adalah ujian wanita. Mungkin seseorang digoda dengan ujian harta dan jabatan dia tidak tergoda namun jika digoda dengan wanita cantik dia tidak berkutik.

Ketika mendapati suaminya di depan pintu ternyata Zulaikha pandai berbicara dan dia memutar balikkan fakta. Dia berkata: “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?”. Dan inilah hebatnya Zulaikha karena dia pandai berbicara, karena biasanya wanita jika sudah terjebak dalam kondisi tertangkap basah seperti ini mereka akan bingung untuk berbicara apa. Berbeda dengan Zulaikha, ketika dia telah terjebak dengan keadaannya, dia bisa langsung memutar balikkan fakta. Akhirnya Yusuf membela diri bahwa dirinyalah yang telah dirayu, maka Yusuf pun membantah tuduhan tersebut.

قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

“Dia (Yusuf) berkata, “Dia yang menggodaku dan merayu diriku.” Seorang saksi dari keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, “Jika baju gamisnya koyak di bagian depan, maka perempuan itu benar, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta.” (QS. Yusuf: 26)

Ternyata ada keluarga dari Zulaikha yang mengatakan bahwa harus dilihat baju yang terkoyak dari sisi mana? Jika bajunya yang terkoyak dari sisi depan maka ini menunjukkan bahwa yang merayu adalah Yusuf dan Zulaikha yang mendorongnya sehingga menyebabkan bajunya terkoyak dari bagian depan.

وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Dan jika baju gamisnya koyak di bagian belakang, maka perempuan itulah yang dusta, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang benar.” (QS. Yusuf: 27)

Dan jika ternyata bajunya terkoyak dari belakang maka ini menunjukkan bahwa Yusuf yang kabur dan Zulaikha yang menariknya. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang suaminya ketika melihat baju Yusuf,

فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

“Maka ketika dia (suami perempuan itu) melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat.” (QS. Yusuf: 28)

Maka suaminya pun meminta kepada Yusuf untuk melupakan kejadian ini,

يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ

“Wahai Yusuf! ”Lupakanlah ini, dan (istriku) mohonlah ampunan atas dosamu, karena engkau termasuk orang yang bersalah.” (QS. Yusuf: 29)

Jadi menteri ini ingin berita ini hilang. Sebagian Ahli Tafsir menjelaskan alasan mengapa suami ini tidak marah terhadap istrinya? Disebutkan dalam Israiliyyat bahwa suaminya tersebut lemah syahwat dan dia tidak bisa melayani istrinya maka dia memaklumi jika istrinya tertarik dengan lelaki lain sehingga dia tidak begitu marah kepada istrinya([8]). Bukan dia tidak memiliki kecemburuan akan tetapi dia sudah tidak bisa apa-apa yang akhirnya dia hanya bisa meminta kepada istri untuk memohon ampunan Allah subhanahu wa ta’ala dan meminta kepada Yusuf untuk melupakan kejadian tersebut agar berita tersebut hilang. ([9])

Yang disebutkan di dalam Al-Quran bahwa yang hadir dalam kisah tersebut hanya suami Zulaikha, Zulaikha, Yusuf, dan keluarga Zulaikha, akan tetapi berita tersebut tidak bisa ditutup. Isu tersebut tersebar di seluruh penjuru Mesir dan menjadi buah bibir para wanita.

وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Dan perempuan-perempuan di kota berkata, “Istri Al-Aziz menggoda dan merayu pelayannya untuk menundukkan dirinya, pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami pasti memandang dia dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yusuf: 30)

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang Zulaikha yang mendengar buah bibir para wanita tersebut,

فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ

“Maka ketika perempuan itu mendengar cercaan mereka, diundangnyalah perempuan-perempuan itu dan disediakannya tempat duduk bagi mereka, dan kepada masing-masing mereka diberikan sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya, mereka terpesona kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri. Seraya berkata, “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf: 31)

Allah subhanahu wa ta’ala menamakan perkumpulan para wanita tersebut ketika menggunjing Zulaikha dengan makar. Jadi para wanita tersebut ketika membicarakan tentang Zulaikha yang tergoda dengan Yusuf karena mereka juga penasaran ingin melihat Yusuf([10]). Karena mereka penasaran mengapa bisa istri menteri yang cantik jelita naksir kepada pembantunya? Siapakah pembantunya tersebut?. Ternyata mereka membicarakan hal tersebut supaya bisa diundang untuk melihat Yusuf. Mereka pura-pura mencela namun ternyata mereka ingin tahu.

Ketika Zulaikha mendengar mereka maka dia pun mengundang mereka, menyediakan untuk mereka tempat untuk bersandar, dan masing-masing setiap mereka diberikan pisau dan makanan yang bisa dipotong. Dan di tengah keadaan seperti itu Zulaikha memerintahkan Yusuf untuk lewat di hadapan mereka. Dan ketika mereka melihat Yusuf mereka terkejut dan kaget sehingga mereka memotong tangan-tangan mereka tanpa sadar([11]), dikarenakan tampannya nabi Yusuf.

وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ

“Seraya berkata, “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf: 31)

Jika kita membaca kitab-kitab tafsir maka kita akan banyak mendapati keanehan-keanehan, disebutkan bahwa mereka ketika melihat Yusuf langsung ada yang haid, dan sebagian lainnya ketika melihat Yusuf langsung ada yang meninggal dunia([12]). Hal ini dikarenakan nabi Yusuf sangat Tampan sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu dengan nabi Yusuf ketika isra mi’raj maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

قَدِ اُعْطِيَ شَطْرَ الْحَسَنِ

 “Sungguh dia (Yusuf) telah diberikan setengah ketampanan.”([13])

Mereka terpukau dengan ketampanan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dan setelah itu, Allahﷻ berfirman,

قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ

“Dia (istri Al-Aziz) berkata, “Itulah orangnya yang menyebabkan kamu mencela aku karena (aku tertarik) kepadanya,” (QS. Yusuf: 32)

Istri Al-Aziz yang konon namanya adalah Zulaikha mencela para wanita yang hadir tersebut. Seakan-akan Zulaikha berkata keapda teman-temannya, “Inilah yang menjadi sebab kalian mencelaku, yang mana kalian sendiri tidak bisa menahan diri di hadapan Yusuf ‘alaihissalam, meskipun hanya beberapa saat. Padahal, aku bertahun-tahun bersamanya di dalam satu rumah, bagaimana tidak tergoda dengannya.”

وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ

“Dan sungguh, aku telah menggoda untuk menundukkan dirinya tetapi dia menolak.” (QS. Yusuf: 32)

Para ulama mengatakan bahwa tatkala itu Zulaikha memutuskan tirai rasa malunya([14]) dan tidak merasa malu lagi untuk membongkar seluruh berita di hadapan para wanita itu bahwasanya dia lah yang memang merayu Yusuf ‘alaihissalam. Namun Yusuf menolaknya. ([15])

وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ

“Jika dia tidak melakukan apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan, dan dia akan menjadi orang yang hina.” (QS. Yusuf: 32)

Tatkala diancam demikian, maka nabi Yusuf ‘alaihissalam berdoa:

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh”.” (QS. Yusuf: 33)

Perhatikanlah doa nabi Yusuf ‘alaihissalam yang mengatakan “Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka”. Artinya yang merayu bukan hanya Zulaikha, akan tetapi teman-temannya juga merayunya([16]). Bahkan, disebutkan di dalam tafsir bahwa Zulaikha menyuruh para wanita yang hadir agar satu persatu berduaan dengan Yusuf untuk merayu Yusuf ‘alaihissalam agar nurut kepada Zulaikha. Akhirnya, para wanita tersebut datang kepada Yusuf ‘alaihissalam satu per satu, namun bukannya mereka merayu untuk Zulaikha, bahkan masing-masing mereka berkata, “Wahai Yusuf, penuhilah hasratku, sesungguhnya aku lebih baik dari majikanmu Zulaikha” ([17]). Namun, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan: “Aku lebih senang dipenjara daripada memenuhi rayuan mereka.”

Ayat ini sekaligus menjadi dalil bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak ujub dengan imannya. Seakan-akan dia berkata: “Wahai Rabb-ku, sampai kapan aku bisa bertahan dengan godaan mereka. Jika Engkau tidak hindarkan aku dari mereka, maka aku akan condong kepada mereka. Dan aku akan terjerumus di dalam kemaksiatan seperti orang-orang yang jahil.” Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah lelaki, sedangkan di depannya adalah wanita-wanita yang cantik jelita.

فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 34)

“Dialah ﷻ Yang Maha Mendengar” maksudnya adalah Allahﷻ maha mengabulkan permintaan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Tentu “terpenjara” merupakan hal yang dibenci oleh jiwa, akan tetapi nabi Yusuf ‘alaihissalam merasakan penjara lebih nikmat daripada harus melakukan kemaksiatan dan perbuatan yang nista yang mendatangkan kelezatan sementar yang diakhiri dengan kesengsaraan. ([18])

ثُمَّ بَدَا لَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا رَأَوُا الْآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ

“Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai waktu tertentu.” (QS. Yusuf: 35)

Akhirnya pembesar-pembesar di Mesir memandang bahwasanya perkara yang terjadi antara Yusuf ‘alaihissalam dengan para wanita sudah tersebar dimana-mana. Untuk menghilangkan semua jejak, akhirnya mereka memandang bahwa Yusuf ‘alaihissalam harus dipenjara sampai waktu yang tidak ditentukan. Beliau dipenjara sampai waktu yang sangat lama, supaya kasus tersebut terlupakan. ([19])

Di dalam penjara, ternyata nabi Yusuf ‘alaihissalam  beribadah dan berakhlak mulia, sering memberi nasehat, membantu orang yang berada di penjara, sehingga orang-orang uang berada di penjara tertarik dengan beliau. Disebutkan di dalam buku-buku tafsir, sebagian orang yang keluar dari penjara mengatakan ‘Aku tidak mau keluar dari penjara, karena ingin bersama nabi Yusuf ‘alaihissalam’. Mereka enggan keluar dari penjara dan ingin dipenjara lagi, supaya bisa berteman dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam([20]). Hingga akhirnya, ada dua orang yang datang kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam meminta fatwa tentang mimpinya.

Allahﷻ berfirman,

وَدَخَلَ مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانِ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْرًا وَقَالَ الْآخَرُ إِنِّي أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزًا تَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْهُ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara. Salah satunya berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur,” dan yang lainnya berkata, “Aku bermimpi, membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.” Berikanlah kepada kami takwilnya. Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 36)

Mereka tertarik dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam karena tingkah laku, akhlak dan perangainya yang sangat mulia dan baik. Membuat mereka tertarik dengannya, sehingga mereka mau bertanya tentang tafsir mimpi.

Sebagian ulama ahli tafsir  mengatakan bahwa yang tersebar di Mesir tatkala itu adalah keahlian menafsirkan mimpi, sehingga banyak dukun-dukun yang tersohor tatkala itu, karena mereka sering tepat di dalam menafsirkan mimpi. Maka, Allahﷻ memberikan mukjizat kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam pada perkara yang sedang booming tatkala itu([21]). Hal ini merupakan kebiasaan Allahﷻ terhadap nabi-nabi-Nya. Sebagai contohnya adalah tatkala di zaman nabi Musa ‘alaihissalam, yang sedang booming saat itu adalah sihir. Maka, Allahﷻ memberikan mukjizat kepada nabi Musa ‘alaihissalam sesuatu yang serupa dengan sihir. Akan tetapi sejatinya bukanlah sihir, yang pada akhirnya mengalahkan seluruh sihir yang ada. Begitu juga seperti yang terjadi di zaman nabi Isa ‘alaihissalam. Yang sedang booming saat itu adalah ilmu pengobatan. Maka, Allahﷻ memberi mukjizat kepada nabi Isa ‘alaihissalam bagaimana dia mampu mengobati orang yang buta dan tiba-tiba langsung melihat, yang tertimpa penyakit albino langsung sembuh dan bahkan yang mati mampu dihidupkan kembali oleh nabi Isa ‘alaihissalam. Di zaman nabi Muhammadﷺ, yang sedang booming saat itu adalah syair-syair arab, lantunan-lantunan indah atau balaghah-balaghah. Maka, Allah menurunkan mukjizat kepada nabi Muhammad ﷺ berupa Al-Quran, yang mana balaghahnya mengungguli syair-syair yang ada. Begitu juga halnya, di zaman nabi Yusuf ‘alaihissalam, yang sedang booming saat itu adalah menafsirkan mimpi. Maka, Allahﷻ memberikan mukjizat kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam  dari sisi menafsirkan mimpi, yaitu mimpi raja yang tidak seorangpun mampu untuk menafsirkannya.

Tatkala nabi Yusuf ‘alaihissalam didatangi oleh dua orang tersebut untuk ditafsirkan mimpinya. Beliau mengatakan,

قَالَ لَا يَأْتِيكُمَا طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلَّا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكُمَا

“Dia (Yusuf) berkata, “Makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu berdua aku telah dapat menerangkan takwilnya, sebelum (makanan) itu sampai kepadamu.”  (QS. Yusuf: 37)

Ayat ini menjelaskan bahwa saat itu merupakan kesempatan bagi nabi Yusuf ‘alaihissalam, yaitu ketika mereka berdua datang dan sedang butuh kepada beliau. Sebelum beliau menjelaskan takwil mimpi mereka, beliau ingin mendakwahi mereka. Ini adalah kesempatan yang bagus bagi beliau ketika beliau berada pada posisi yang tinggi, yaitu dalam keadaan sedang dibutuhkan. Sedangkan posisi mereka yang rendah, yaitu dalam keadaan membutuhkan beliau. Maka, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan: “Sebelum aku menafsirkan mimpi kalian, dengarkanlah terlebih dahulu apa yang aku bicarakan. Janganlah khawatir, karena sebelum datang jatah makan kalian, maka mimpi kalian sudah aku tafsirkan kepada kalian.” Artinya nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak langsung menafsirkan mimpi mereka agar mereka merasa tenang dan beliau bisa berdakwah kepada mereka.

Para ulama mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengetahui waktu, karena seluruh pintu tertutup, keadaan gelap, yang mereka ketahui hanyalah jadwal makan dan tidur. Mereka tidak bisa mengetahui waktu siang, ashar, sore maupun maghrib. Karena, semua tempat tertutup. Maka, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengaitkan waktu dengan jadwal makan([22]).

Akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam mulai mendakwahi mereka dan langsung dalam permasalahan tauhid. Beliau berkata,

ذَلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّي إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ

Itu sebagian dari yang diajarkan Tuhan kepadaku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka tidak percaya kepada hari akhirat.” (QS. Yusuf: 37)

Maksudnya adalah seakan-akan nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata: “Sesungguhnya yang mengajarkan ilmu menafsirkan mimpi ini adalah Allahﷻ  dan masih ada ilmu yang lainnya (yang belum diketahui).” Seperti ilmu pemerintahan, ilmu perbendaharaan kerajaan dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang musyrik. Akan tetapi, nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak langsung menggunakan kata ganti orang kedua. Nabi Yusuf tidak berkata, “Kalian adalah musyrik”. Namun, beliau dengan penuh kelembutan menyampaikan tauhid dengan menceritakan orang ketiga yaitu kaumnya yang merupakan kaum musyrikin, yaitu kaum Kan’aniyin -bukan bani Israil- yang tinggal di Palestina yang berbuat kesyirikan. Padahal, keadaan mereka berdua sama dengan keadaan kaum nabi Yusuf ‘alaihissalam, yaitu sama-sama berbuat kesyirikan([23]). Demikianlah, dakwah yang dilakukan oleh nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dakwah tidak harus to the point, namun bisa jadi dibuka dengan pendahuluan-pendahuluan atau basa-basi terlebih dahulu. Kemudian, nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata,

وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

“Dan aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrahim, Ishak dan Yakub. Tidak pantas bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya); tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Yusuf: 38)

Al-Qurthubi berkata:

(وَلكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَشْكُرُونَ) عَلَى نِعْمَةِ التَّوْحِيْدِ وَالِإيْمَانِ

“…“tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur” atas nikmat tauhid dan iman”([24])

Ini kenyataan yang terjadi, betapa banyak orang hanya bersyukur jika mendapatkan nikmat dunia. Lihatlah Yusuf mengajarkan bahwa nikmat tauhid adalah nikmat yang sangat besar, meskipun ketika itu beliau tidak memiliki dunia sama sekali, bahkan beliau sedang di dalam penjara.

Demikian juga sebagai isyarat kepada kedua penghuni penjara yang musyrik, bahwasanya orang musyrik pada hakikatnya tidaklah bersyukur kepada Tuhan yang maha esa([25]).

Setelah itu, beliau melanjutkan perkataannya,

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

“Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha perkasa?” (QS. Yusuf: 39)

Para ulama mengatakan bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak mengatakan ‘wahai Fulan dan Fulan’, akan tetapi mengatakan ‘wahai penghuni penjara’. Ini merupakan hal yang bagus, karena saat itu nabi Yusuf ‘alaihissalam sedang di penjara. Beliau menyebutkan perkara yang mereka sama-sama mengalami penderitaannya([26]). Jika, kita berdakwah pada titik yang sama, kemudian kita menuju pada titik yang berbeda, maka hal itu menjadi sesuatu yang sangat bagus. Sehingga, orang yang berada di hadapan kita merasa percaya lebih dahulu dengan kita. Maka dari itulah, nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata dengan menyebutkan ‘wahai penghuni penjara’.

Pada ayat di atas nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata kepada mereka: ‘Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha perkasa?’ Tentu, tidak sama. Misalnya, jika seseorang menginginkan rezeki, maka dia harus meminta Tuhan Fulan. Atau jika meminta jodoh dengan Tuhan Fulan. Atau jika meminta kesembuhan dengan Tuhan Fulan. Masing-masing menjadi Tuhan Spesialis tersendiri([27]). Adapun Allahﷻ yang Maha Esa, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka, manakah yang lebih baik, Tuhan Yang Maha Esa ataukah Tuhan yang bermacam-macam?

Kemudian, nabi Yusuf ‘alaihissalam membantah lagi,

مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40)

Sesungguhnya agama adalah milik Allahﷻ. Hukum Allahﷻ berlaku bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allahﷻ.([28]) Setelah nabi Yusuf ‘alaihissalam mendakwahkan tauhid, beliau berkata:

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا وَأَمَّا الْآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ قُضِيَ الْأَمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ

“Wahai kedua penghuni penjara, “Salah seorang di antara kamu, akan bertugas menyediakan minuman khamar bagi tuannya. Adapun yang seorang lagi dia akan disalib, lalu burung memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku).”  (QS. Yusuf: 41)

Penghuni penjara yang pertama ditafsirkan mimpinya bahwa dia akan keluar dari penjara dan menjadi pelayan raja. Sedangkan, penghuni penjara yang kedua ditafsirkan mimpinya bahwa dia tidak akan keluar dari penjara. Namun, dia akan dipenggal, setelah itu disalib hingga mati, kemudian burung-burung akan datang dan mematuk-matuk kepalanya([29]). Kemudian Allahﷻ berfirman,

وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِنْهُمَا اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ

“Dan dia (Yusuf) berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua, “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka setan menjadikan dia lupa untuk menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (QS. Yusuf: 42)

Akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata kepada orang yang bakal selamat agar jangan lupa untuk menyebut namanya di sisi sang raja. Artinya nabi Yusuf ‘alaihissalam meminta syafaat agar namanya disebut-sebut di sisi sang Raja, supaya raja tahu bahwa beliau adalah orang baik, tidak bersalah, sebagaimana yang telah dituduhkan oleh orang-orang([30]). Karena, raja memiliki kekuasaan. Allahﷻ berfirman,

فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ

“Maka setan menjadikan dia lupa untuk menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya.” (QS. Yusuf: 42)

Pada penafsiran ayat ini ada dua pendapat di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa setan membuat orang ini lupa. Sehingga, setelah dia selamat dan senang menjadi pelayan raja selama bertahun-tahun, tidak pernah bercerita sama sekali tentang Yusuf ‘alaihissalam di depan sang raja. Adapun pendapat yang lain mengatakan bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam lupa menyebut nama Allah, sehingga dia mengaitkan harapannya kepada penghuni penjara yang selamat tersebut dan lupa untuk berdoa kepada Allahﷻ. Namun yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama bahwa setan telah membuat orang yang selamat dari penjara tersebut lupa. ([31])

فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ

“Karena itu dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (QS. Yusuf: 42)

Akhirnya, karena disebabkan orang tersebut lupa, maka nabi Yusuf ‘alaihissalam semakin bertambah bertahun-tahun di dalam penjara. Ada sebagian ulama yang mengatakan hingga tujuh tahun atau kurang lebih dari pada itu([32]). Beliau bersabar di penjara hingga bertahun-tahun. Sampai akhirnya, terjadi suatu kejadian yaitu sang raja bermimpi.

Allah berfirman:

وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ

“Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.” (QS. Yusuf: 43)

Perhatikanlah, di dalam ayat ini Allahﷻ tidak menyebutkan raja tersebut dengan Firaun. Raja dan Firaun adalah sesuatu yang berbeda. Seluruh raja yang hidup di Mesir dari suku Qibthi atau Aqbath memiliki gelar Firaun. Atau sama halnya dengan negara republik yang mana pemimpinnya disebut dengan presiden. Maka, semua pemimpin di Mesir yang berasal dari suku Aqbath disebut dengan Firaun. Sampai sekarang orang yang lahir dari keturunan Firaun, mereka masih menjadi orang yang terpandang. Penulis pernah ke Madinah menemukan suatu tempat, semacam klinik atau tempat kesehatan tertuliskan Dokter Fulan Firaun. Wallau a’lam bisa jadi menunjukkan dia masih memiliki keturunan darah biru atau ningrat, yaitu keturunan Raja. Semua raja dari suku Aqbath disebut dengan Firaun. Akan tetapi, anehnya dalam ayat ini Allahﷻ menyebutkan dengan المَلِكُ ‘raja’ bukan ‘Firaun’. Sehingga, sebagian ulama berpendapat bahwasanya raja yang hidup di zaman nabi Yusuf ‘alaihissalam bukan dari suku Aqbath, namun, dari suku Heksos. Kaum Heksos ini berasal dari al-Kanániyun atau dari Arab. Pemimpin mereka disebut dengan raja, bukan Firaun. Hal ini ditemukan di dalam sejarah Ighriq (Mesir), disebutkan pula bahwasanya Heksos berkuasa dari tahun 1900 SM – 1525 SM. Setelah itu baru diganti dengan suku Aqbath, yang diantaranya ada di zaman nabi Musa ‘alaihissalam. Mereka mengatakan bahwa hadirnya suku Heksos ini menunjukkan ketelitian Allahﷻ tatkala menyebutkan sebuah cerita([33]). Dan sejatinya telah ditemukan sejarah Mesir kuno bahwa sebelum suku Aqbath datang, telah ada sebelumnya suku Heksos. Oleh karena itulah, Allahﷻ menyebutkan di dalam firman-Nya,

وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ

“Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus dan tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering.”

Raja bermimpi melihat tujuh sapi yang gemuk dimakan oleh tujuh sapi yang kurus. Tidak selalu yang gemuk yang harus menang, terkadang yang kurus pun yang menjadi pemenang. Ini merupakan mimpi yang aneh. Seharusnya sapi yang kurus ditindas oleh sapi yang gemuk. Akan tetapi, raja bermimpi kebalikan dari itu, yaitu sapi kurus memakan sapi yang gemuk. Kemudian, dia juga melihat tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir yang lain, namun kering([34]). Karena zaman itu mereka tersohor dalam hal menafsirkan mimpi. Maka, sang raja berkata kepada seluruh menteri dan anak buahnya,

يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ

“Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.”

Namun, mereka mengatakan sebagaimana di dalam firman Allahﷻ,

قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ

“Mereka menjawab, “(Itu) mimpi-mimpi yang kosong.” (QS. Yusuf: 44)

Mereka mengatakan bahwa mimpi tersebut tidak bisa ditafsirkan, ini merupakan mimpi yang bercampur-campur dan tidak bisa dibeda-bedakan. أَضْغَاثُ adalah bentuk jamak dari ضِغْث, maknanya adalah seperti macam-macam tumbuhan dan ranting serta kayu-yau yang diikat dalam satu ikatan, sehingga bercampur aduk. Maksud mereka adalah mereka mampu menafsirkan mimpi jika jelas alur mimpinya. Namun, yang disebutkan oleh raja adalah mimpi yang aneh, dimana ada sapi yang kurus memakan sapi gemuk, lalu ada tujuh bulir gandum yang hijau, sedangkan ada tujuh bulir lain yang kering. Mereka tidak bisa menafsirkan jika mimpinya seperti itu. Ketika mereka sudah berkumpul mereka mengatakan bahwa mimpi tersebut tidak bisa ditafsirkan, karena tidak bisa dibedakan antara mimpi yang satu dengan yang lainnya. ([35]) Mereka berkata:

وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الْأَحْلَامِ بِعَالِمِينَ

“Dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu.” (QS. Yusuf: 44)

Dan ini menunjukan bahwa mereka terlalu percaya diri, seharusnya mereka berkata, “Kami tidak mampu menfasirkan”, akan tetapi mereka tidak mengakui kebodohan mereka, bahkan nekat menyatakan bahwa mimpi raja termasuk jenis mimpi kosong yang tidak bisa ditafsirkan.

Tatkala mereka sudah tidak mampu untuk menjelaskan takwil mimpi sang raja. Barulah, pelayan raja ingat bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam bisa menakwilkan mimpi. Allahﷻ berfirman,

وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ

“Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu.” (QS. Yusuf: 45)

أُمَّةٍ Memiliki makna waktu yang sangat panjang. Ternyata pelayan raja yang dahulu adalah orang yang selamat dari penjara tersebut baru ingat tentang nabi Yusuf ‘alaihissalam setelah waktu yang sangat panjang dan bertahun-tahun lamanya([36]). Pelayan tersebut meyakinkan kepada sang raja bahwa dia mengenal seseorang yang berada di penjara yang mampu menafsirkan mimpi dengan benar.

Subhanallah, dan ini merupakan hikmah dari Allahﷻ. Seandainya, pelayan tersebut menyebut-nyebut nama nabi Yusuf ‘alaihissalam di sisi sang raja bahwa di penjara ada orang saleh yang bernama Yusuf, dia tertuduh dengan berbagai macam tuduhan. Maka, raja akan memerintahkan untuk mengeluarkannya dari penjara. Lalu, nabi Yusuf ‘alaihissalam akan keluar dari penjara dan pulang bertemu dengan keluarganya. Kemudian, cerita pun berakhir. Akan tetapi, Allahﷻ berkehendak lain dan menakdirkan pelayan tersebut lupa dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam.

Atau kemungkinan yang lain, seandainya ketika sang raja bermimpi, lalu diberitahu langsung oleh pelayannya yang teringat dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam yang mampu menafsirkan mimpi, kemudian beliau menafsirkan mimpi itu dan benar. Maka, nabi Yusuf ‘alaihissalam menjadi tidak spesial di mata raja dan orang-orang. Allahﷻ menjadikan pelayan tersebut lupa dan baru ingat ketika semua orang sudah tidak mampu menjelaskan tafsir mimpi sang raja. Sehingga, tampaklah kemuliaan nabi Yusuf ‘alaihissalam di antara para penafsir mimpi yang ada. Itu semua menunjukkan aturan Allahﷻ. Di balik keburukan ternyata ada kebaikan. Sebagaimana pepatah arab:

رُبَّ ضَارَّةٍ نَافِعَةٌ

“Terkadang kemudorotan ternyata mendatangkan kemanfaatan”

Setelah itu, pelayan tersebut meminta waktu untuk bertemu dengan orang yang dimaksud, yaitu nabi Yusuf ‘alaihissalam.

فَأَرْسِلُونِ

“maka utuslah aku (kepadanya).” (QS. Yusuf: 45)

Ketika dia datang dan bertemu dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dia berkata,

يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ

“Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui.” (QS. Yusuf: 45)

Allahﷻ berfirman,

قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ

“Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.” (QS. Yusuf: 47)

Subhanallah, setelah mendengar berita dari pelayan, nabi Yusuf ‘alaihissalam langsung menafsirkan mimpi tersebut. Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak hanya sekedar menafsirkan mimpi, bahkan beliau sekaligus memberikan solusinya. Itulah, baiknya nabi Yusuf ‘alaihissalam. Beliau juga merupakan pribadi yang gemar memaafkan. Ketika pelayan tersebut datang kepada beliau, beliau tidak menghardiknya ataupun menyinggungnya([37]). Begitu baiknya, beliau tidak dendam kepada sang raja. Beliau mengetahui tafsiran mimpi itu bahwasanya akan datang musim subur selama tujuh tahun berturut-turut dan datang setelahnya musim kemarau selama tujuh tahun berturut-turut.

Para ulama mengatakan bahwa demikianlah tafsiran mimpi tersebut karena sapi berkaitan dengan bercocok tanam. Sehingga, sapi yang gemuk menggambarkan tentang musim-musim yang subur, sedangkan sapi yang kurus menggambarkan tentang musim-musim kemarau. Adapun sapi-sapi yang kurus memakan sapi-sapi yang gemuk menunjukkan bahwa sapi-sapi yang gemuk datang terlebih dahulu, kemudian, setelahnya datang sapi-sapi yang kurus memakan sapi-sapi yang gemuk tersebut. Inilah metode tafsir. Artinya adalah akan datang musim yang subur nan hijau selama tujuh tahun, kemudian dihabiskan dengan musim kemarau selama tujuh tahun.

Kemudian, ada tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir gandum yang kering menunjukkan bahwa harus ada hasil panen dari bercocok tanam yang dimakan dan disimpan untuk persediaan di musim kemarau selama tujuh tahun yang akan datang([38]). Intinya nabi Yusuf ‘alaihissalam menafsirkan akan ada tujuh musim subur nan hijau dan tujuh musim kemarau. Beliau, tidak hanya menafsirkan, bahkan beliau juga memberikan solusi. Allahﷻ berfirman,

قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُون

“Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).” (QS. Yusuf: 47-49)

Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengajarkan dan menjelaskan solusinya yaitu dengan cara menanam gandum selama tujuh tahun sebanyak-banyaknya seperti yang biasa dilakukan. Setelah memanennya, hendaknya memakannya dengan secukupnya. Adapun sisanya disimpan dan tetap dalam سُنْبُل (tangkainya), supaya tidak diserang dengan ulat, hama ataupun yang lainnya. Jika masih di dalam gabah atau tangkainya, hal itu masih lebih kuat untuk bisa bertahan untuk tahun-tahun berikutnya. Karena, akan datang musim kemarau selama tujuh tahun berikutnya yang akan menghabiskan seluruh hasil panen yang telah dikumpulkan sebagai bahan makanan, yaitu sisa dari hasil panen selama tujuh tahun sebelumnya.

Setelah itu, akan datang hujan yang sangat lebat selama satu tahun menghilangkan musim kemarau selama tujuh tahun sebelumnya. Sehingga, orang-orang pada masa itu akan memeras anggur, karena saking suburnya pada masa itu. ([39])

Akhirnya, raja mendengar tafsir mimpinya, dia bergumam bahwa tafsir mimpinya sangat hebat. Semua orang tidak ada yang mampu menafsirkannya kecuali nabi Yusuf ‘alaihissalam. Setelah itu Allahﷻ berfirman,

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللَّاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ

“Dan raja berkata, “Bawalah dia kepadaku.” Ketika utusan itu datang kepadanya, dia (Yusuf) berkata, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakan kepadanya bagaimana halnya perempuan-perempuan yang telah melukai tangannya. Sungguh, Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.” (QS. Yusuf: 50)

Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk berlepas diri dari tuduhan tersebut. Memutihkan lembaran-lembaran hitam yang dituduhkan kepadanya([40]).

Allahﷻ berfirman,

قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ. ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ

“Dia (raja) berkata (kepada perempuan-perempuan itu), “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya?” Mereka berkata, “Maha sempurna Allah, kami tidak mengetahui sesuatu keburukan darinya.” Istri Al-Aziz berkata, “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggoda dan merayunya, dan sesungguhnya dia termasuk orang yang benar. “Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa aku benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada (di rumah), dan bahwa Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (QS. Yusuf: 51-52)

Ayat ini menjelaskan bahwa sang raja memanggil para wanita tersebut dan di antara mereka adalah Zulaikha. Sejatinya, istri Al-Aziz adalah yang telah merayu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dia menyebutkan bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah orang yang jujur. Zulaikha melakukan hal itu agar Al-Aziz tahu bahwa dia tidak mengkhianatinya. Padahal, sebelumnya telah disebutkan bahwasanya tidak terjadi perzinaan sama sekali, dia hanya sekedar merayu nabi Yusuf ‘alaihissalam saja dan beliau pun tidak menuruti kemauannya. Allahﷻ tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang berkhianat. ([41])

Allahﷻ berfirman,

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

Akhirnya, setelah pengakuan Ziulaikha jadilah nabi Yusuf ‘alaihissalam semakin mulia. Ternyata tuduhan yang berlangsung hingga bertahun-tahun berupa isu bahwa beliau merayu para perempuan merupakan kedustaan dan berita yang tidak benar. Semua bentuk tuduhan itu pun terbongkar.

Allahﷻ berfirman,

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

“Dan raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” (QS. Yusuf: 54)

Ayat ini menerangkan bahwa sang raja pun memanggil nabi Yusuf ‘alaihissalam. Waktu nabi Yusuf ‘alaihissalam ditawarkan kedudukan oleh sang raja([42]). Beliau mengambil kesempatan itu dengan mengatakan,

اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

“Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)

Dan akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam diangkat menjadi menteri keuangan. Beliau mengatur keuangan negeri Mesir, beliau juga yang mengaturnya bagaimana saat tiba musim kemarau dan saat musim subur dengan cara yang terbaik.

Allah berfirman:

وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ، وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa (QS Yusuf : 56-57)

Firman Allah “Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” menunjukan bahwa Yusuf selalu melakukan kebaikan selama dalam kondisi ia diuji oleh Allah. Ketika ia dilempar dalam sumur, ketika ia diperjual belikan sebagai budak, ketika ia bekerja di rumah majikannya, ketika dia diajak untuk berzina, ketika di tinggal dipenjara, ketika di menafsirkan mimpi, dan dalam segala kondisi meskipun sulit ia tetap bisa berbuat ihsan (kebaikan). Dan semua perbuatan baiknya tersebut tercatat di sisi Allah. Karenanya seseorang tetap yakin dalam kondisi apapun ketika dia berbuat baik, bahkan ketika ia sedang dizolimi, maka kebaikan tersebut tidak ada yang terluputkan di sisi Allah.

Ayat ini juga menunjukan bahwa Allah membalas karena sifat “ihsan”nya Yusuf dengan balasan di dunia dan juga di akhirat, dan balasan di akhirat lebih baik dari balasan di dunia. Karenanya termasuk bentuk berburuk sangka kepada Allah yaitu menyangka bahwa Allah hanya memberi balasan di akhirat saja, sesungguhnya Allah membalas kebaikan di dunia sebelum di akhirat, meskipun memang balasan di akhirat tentu jauh lebih baik.
_____

Footnote:

([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/378

([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/160

([3]) Pernyataan Yusuf bertujuan mengingatkan kepada sang wanita bahwasanya zina berkaitan dengan 2 hak, hak Allah (yaitu dengan perkataan Yusuf مَعَاذَ اللَّهِ “Aku berlindung kepada Allah”), dan hak suami (yaitu perkataan Yusuf إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ “tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”). Selain itu Yusuf menekankan bahwa suami sang wanita telah berbuat baik kepada Yusuf padahal ia adalah seorang budak. Diantara maksiat yang sangat besar adalah berbuat zina dengan istri orang yang dekat dengan kita. Karenanya berzina dengan istri tetangga dosanya lebih besar. Maka bagaimana Yusuf melakukan hal tersebut dengan istri majikannya yang baik kepadanya. (Lihat Majmu al-Fatawa, Ibn Taimiyyah 15/121-124)

([4]) Ini adalah pendapat az-Zajjaaj (Lihat Tafsir Al-Qurthubi 9/165)

([5]) Lihat Tafsir Al-Qurthubi 9/165-166

([6]) Lihat Majmuu’ al-Fatawa, Ibn Taimiyyah 7/527. Ini menunjukan bahwa Yusuf tidak berdosa sama sekali. Karena jika berdosa atau bersalah tentu beliau akan minta ampun kepada Allah sebagaimana kisah nabi-nabi yang lain yang berdosa, maka selalu diikuti dengan permohonan ampunan mereka. Karenanya Allah menyatakan setelah itu:

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (QS Yusuf : 24)

Yaitu Allah telah memalingkan Yusuf dari keburukan, dosa, dan perbuatan keji.

([7]) Lihat: Tafsir Al-Quranil Karim Libnil Qoyyim hal: 327-338

([8]) lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/384

([9]) Bahkan menurut Ibnu Taimiyyah bahwa al-Áziz malah memberi celah kepada istrinya untuk tetap merayu Yusuf. Buktinya Ia tidak memarahi istrinya, ia juga tidak segera memenjarakan Yusuf, bahkan ia memberi keluasan kepada istrinya untuk mengundang para wanita agar bisa melihat Yusuf. Bahkan ketika Yusuf dipenjarapun karena perintah istrinya (Zulaikho). Oleh karenanya setelah kejadian tersebut sang wanita masih bisa menggoda Yusuf. Karenanya sebelum Yusuf dipenjara ia masih merayu Yusuf di hadapan para wanita yang lain, sebagaimana akan datang penjelasannya. (Lihat Majmuu’ al-Fataawaa, Ibn Taimiyyah 15/120)

([10]) Lihat: Tafsir Al-Baidhowi 3/162

([11]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/179

([12]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/180

([13]) HR. Muslim no.162

([14]) Bahkan ayat selanjutnya menunjukan bahwa Zualikha kembali merayu Yusuf di hadapan para wanita tersebut. (Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/184)

([15]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/183

([16]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal 397

Huruf نَ yang pada firman Allah يَدْعُونَنِي adalah nun an-niswah (yang menunukan kata ganti orang ketiga plural wanita, yaitu para wanita) berdasarkan wazan/timbangan يَفْعَلْنَ, bukan yang menunjukan jamak mudzakkar yang berwazan يَفْعَلُوْنَ (Lihat At-Tahir wa at-Tanwir 12/266)

([17]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/185

([18]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/184

([19]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/186-187

([20]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/387 dan Tafsir Al-Qurthubi 9/188-189

([21]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/129

([22]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/270

([23]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/272

([24]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/192

([25]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/274

([26]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/274

([27]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/275

([28]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/192 dan Tafsir Ibnu Katsir 4/390

([29]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/193

([30]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/194 dan Ibnu Katsir 4/391

([31]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/195-196. Adapun Yusuf berpesan kepada orang tersebut maka ini merupakan bentuk ikhtiyar, dan tentu hati Nabi Yusuf tetap bergantung kepada Allah. Wallahu a’lam.

([32]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/197-198

([33]) Lihat: at-Tahrir wa at-Tanwir 12/280

([34]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/198-199

([35]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/199 dan at-Tahrir wa at-Tanwir 12/282

([36]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/201

([37]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/392

([38]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/392-393

([39]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/393

([40]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/393

([41]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/394

([42]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/395



Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Suatu ketika, saat datang musim kemarau. Setelah tujuh tahun mereka bercocok tanam dengan memanen hasil gandum yang sebanyak-banyaknya, makan secukupnya dan menyimpan sisanya. Akhirnya, nabi Yusuf ‘alaihissalam memberikan ide kepada sang raja. Beliau berpendapat bahwa lumbung hasil panen gandum kerajaan sangat banyak dan jumlah rakyatnya sedikit. Sedangkan orang-orang yang berada di sekeliling Mesir banyak yang kelaparan. Dan ide beliau adalah bagaimana jika hasil panen tersebut dijual kepada mereka, sehingga akan menambah perbendaharaan kerajaan. Maka, ide beliau disetujui oleh sang raja. Kemudian, dibuatlah pengumuman kepada orang-orang yang berada di sekitar Mesir bahwa bagi mereka yang lemah dan kekurangan bahan makanan untuk datang ke Mesir. Nabi Yusuf ‘alaihissalam berharap saudara-saudaranya yang dahulu telah melemparkannya ke dalam sumur akan datang ke Mesir untuk membeli gandum kepadanya. Ternyata benar, ketika musim kemarau datang, orang-orang sudah mulai merasakan lapar dan kekurangan bahan makanan. Setelah itu, saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam datang ke Mesir. Allahﷻ berfirman,

وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُون

“Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke (tempat)nya. Maka dia (Yusuf) mengenal mereka, sedang mereka tidak mengenalinya (lagi) kepadanya.” (QS. Yusuf: 58)

Semua saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam yang berjumlah sepuluh orang datang ke Mesir, kecuali Binyamin. Binyamin adalah saudara seibu dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam, ibunya bernama Rahil -menurut Injil Perjanjian lama-. Adapun saudara-saudaranya yang lain dari ibu yang berbeda-beda. Setelah mereka sampai pada kerajaan untuk membeli bahan makanan. Di antara persyaratannya adalah setiap satu orang tidak diperbolehkan untuk membeli dalam jumlah banyak, namun hanya diperbolehkan membeli satu sukatan yang bisa diangkut oleh seekor unta dan tidak boleh lebih dari pada itu. Itulah batas maksimal yang boleh dibeli oleh para penduduk sekitar Mesir, disebabkan jumlah mereka sangat banyak agar masing-masing dari mereka mampu mendapatkan bagiannya.

Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengetahui keberadaan saudara-saudaranya. Akan tetapi, mereka tidak mengenal beliau. Karena, telah berubah segala perawakan dan kondisi beliau sehingga keadaan beliau yang dahulu berbeda dengan keadaannya saat itu. Mereka telah lupa bahwasanya menteri yang berada di hadapan mereka adalah seorang anak kecil yang dahulu mereka lemparkan ke dalam sumur. ([1])

Allahﷻ berfirman,

وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَكُمْ مِنْ أَبِيكُمْ أَلَا تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ

“Dan ketika dia (Yusuf) menyiapkan bahan makanan untuk mereka, dia berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Binyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran dan aku adalah penerima tamu yang terbaik?” (QS. Yusuf: 59)

Nabi Yusuf ‘alaihissalam telah menyiapkan sejumlah sukatan-sukatan bahan makanan untuk dijual kepada para penduduk. Kala itu, di hadapan sepuluh saudaranya tersebut, beliau menanyakan keadaan dan jumlah saudara-saudara mereka. Mereka pun menjawab bahwa mereka adalah dua belas orang saudara. Namun dua orang lainnya, yang seorang berada di rumah dan yang lainnya telah hilang. Maka, beliau pun meminta agar seorang saudara mereka -yaitu Binyamin- untuk dibawa ke Mesir. ([2])

Yusuf berkata kepada mereka,

فَإِنْ لَمْ تَأْتُونِي بِهِ فَلَا كَيْلَ لَكُمْ عِنْدِي وَلَا تَقْرَبُونِ

“Maka jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak akan mendapat jatah (gandum) lagi dariku dan jangan kamu mendekatiku.” (QS. Yusuf: 60)

Nabi Yusuf ‘alaihissalam menekankan bahwa beliau melayani, menimbang dan memenuhi sukatan bahan makanan dengan baik. Apabila mereka tidak membawa saudara mereka tersebut, maka beliau lain kali enggan untuk menjual lagi bahan makanan kepada mereka. ([3])

Allahﷻ berfirman,

قَالُوا سَنُرَاوِدُ عَنْهُ أَبَاهُ وَإِنَّا لَفَاعِلُونَ

“Mereka berkata, “Kami akan membujuk ayahnya (untuk membawanya) dan kami benar-benar akan melaksanakannya.” (QS. Yusuf: 61)

Saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam tahu bahwa semenjak beliau hilang, kecintaan ayah mereka berpindah kepada Binyamin. Hal ini menunjukkan kegagalan mereka, dimana harapan mereka adalah apabila nabi Yusuf ‘alaihissalam hilang, maka Nabi Ya’qub ‘alaihissalam akan sayang kepada mereka. Namun, ternyata ketika nabi Yusuf ‘alaihissalam hilang, rasa sayang Nabi Ya’qub ‘alaihissalam berpindah kepada adiknya, yaitu Binyamin. Oleh karena itulah, ketika mereka pergi ke Mesir, Binyamin ditahan oleh ayahnya, yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihissalam.

Saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam mengetahui bahwa bagi mereka untuk membawa Binyamin ke Mesir adalah perkara yang berat dan tidak mudah. Karena, ayah mereka sangat sayang kepada Binyamin. Mereka pun sudah merasa bersalah atas perbuatan mereka kepada saudaranya, yaitu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Tidak mungkin bagi mereka untuk mengulangi perbuatan itu lagi kepada saudaranya yang lain. Akhirnya, mereka bertekad untuk merayu ayah mereka, yaitu nabi Ya’qub ‘alaihissalam.

Allahﷻ berfirman,

فَلَمَّا رَجَعُوا إِلَى أَبِيهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مُنِعَ مِنَّا الْكَيْلُ فَأَرْسِلْ مَعَنَا أَخَانَا نَكْتَلْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Maka ketika mereka telah kembali kepada ayahnya (Yakub) mereka berkata, “Wahai ayah kami! Kami tidak akan mendapat jatah (gandum) lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara kami pergi bersama kami agar kami mendapat jatah, dan kami benar-benar akan menjaganya.” (QS. Yusuf: 63)

Tatkala mereka pulang dari Mesir mereka bercerita kepada ayah mereka bahwa mereka tidak akan lagi bisa untuk membeli gandum, kecuali dengan membawa saudara mereka, yaitu Binyamin. Setelah itu, nabi Ya’qub ‘alaihissalam menimpali perkataan mereka. Sebagaimana firman Allahﷻ,

قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلَّا كَمَا أَمِنْتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِنْ قَبْلُ فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Dia (Yakub) berkata, “Bagaimana aku akan mempercayakannya (Binyamin) kepadamu, seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?” Maka Allah adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 64)

Ayat ini merupakan dalil bahwasanya Ya’qub ‘alaihissalam adalah seorang nabi dan beliau tidak mengetahui hal-hal yang gaib([4]). Beliau tidak mengetahui keberadaan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Setiap hari beliau menangis dan bersedih dengan hilangnya nabi Yusuf ‘alaihissalam, sedangkan beliau tidak mengetahui bahwa ternyata nabi Yusuf ‘alaihissalam telah menjadi menteri. Beliau pun tidak mengetahui bahwasanya Binyamin nanti akan ditahan lagi oleh saudaranya, nabi Yusuf ‘alaihissalam. Ini semua menunjukkan bahwa beliau tidak mengetahui ilmu gaib sama sekali. Oleh karena itu, jika ada orang yang mengaku-ngaku mengetahui ilmu gaib, kejadian-kejadian tertentu, yakinlah bahwa orang tersebut adalah dukun, meskipun ngaku sebagai kiyai.

Allahﷻ berfirman,

وَلَمَّا فَتَحُوا مَتَاعَهُمْ وَجَدُوا بِضَاعَتَهُمْ رُدَّتْ إِلَيْهِمْ قَالُوا يَا أَبَانَا مَا نَبْغِي هَذِهِ بِضَاعَتُنَا رُدَّتْ إِلَيْنَا وَنَمِيرُ أَهْلَنَا وَنَحْفَظُ أَخَانَا وَنَزْدَادُ كَيْلَ بَعِيرٍ ذَلِكَ كَيْلٌ يَسِيرٌ

“Dan ketika mereka membuka barang-barangnya, mereka menemukan barang-barang (penukar) mereka dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Apalagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kita akan dapat memberi makan keluarga kita, dan kami akan memelihara saudara kami, dan kita akan mendapat tambahan jatah (gandum) seberat beban seekor unta. Itu suatu hal yang mudah (bagi raja Mesir).” (QS. Yusuf: 65)

Ayat ini menjelaskan bahwa tatkala mereka telah menurunkan sukatan bahan makanan dan membukanya, ternyata barang (atau dinar/dirham) yang harus dibayarkan dan telah ditukar dengan gandum tersebut dikembalikan oleh sang menteri, yaitu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Mereka terkejut dengan kebaikan menteri tersebut. Dengan itu, mereka meyakinkan kepada ayah mereka untuk membawa saudara mereka, Binyamin. Disamping itu, dengan membawa saudara mereka, maka mereka bisa menambah sukatan gandum yang lain, dari 10 sukatan menjadi 11 sukatan. Akhirnya, Nabi Ya’qub ‘alaihissalam mengambil janji kepada mereka. ([5])

Allahﷻ berfirman,

قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّى تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلَّا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ

“Dia (Yakub) berkata, “Aku tidak akan melepaskannya (pergi) bersama kamu, sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung (musuh).” Setelah mereka mengucapkan sumpah, dia (Yakub) berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan.” (QS. Yusuf: 66)

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam menegaskan bahwa mereka tidak akan memberikan ijinnya, hingga mereka membuat perjanjian yang berat dengan membawa kembali saudara mereka, kecuali jika mereka dikepung sehingga tidak mampu berbuat apa pun, sebagaimana yang telah terjadi dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam sebelumnya. Lalu, mereka pun mengambil janji bersama ayah mereka. Dan akhirnya, mereka pun bisa membawa Binyamin menuju ke negeri Mesir. ([6])

Allahﷻ berfirman mengisahkan Nabi Ya’qub ‘alaihissalam berpesan kepada anak-anaknya,

وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

Dan Ya´qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri” (QS Yusuf : 67) ([7])

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam berpesan kepada anak-anaknya yang berjumlah 11 orang yang besar dan gagah itu agar jangan memasuki kota Mesir dari satu pintu. Sebagaimana, diketahui bahwa untuk memasuki kota Mesir, orang-orang bisa melewati beberapa pintu. Karena, jika mereka yang berjumlah sebelas orang itu memasuki kota Mesir dari satu pintu saja, maka akan menjadi sorotan banyak orang dan bisa mengakibatkan mereka terkena ‘ain. Namun, hendaknya mereka memasuki kota Mesir dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya([8]).

Atau Nabi Ya’qub melarang mereka untuk masuk dari satu pintu karena jumlah mereka yang 11 orang kakak beradik, dengan pakaian yang berbeda dari pakaian penduduk Mesir, disertai warna kulit yang berbeda (karena mereka dari suku yang berbeda) memancing perhatian penjahat atau pencuri atau para penjaga dan pengintai kerajaan yang mencurigai mereka, sehingga akan timbul permasalahan yang akhirnya menghalangi mereka untuk menunaikan tujuan mereka. ([9])

Di sini Nabi Ya’qub menyuruh anak-anaknya agar melakukan ikhtiar, yaitu dengan tidak beramai-ramai ketika masuk ke satu pintu, karena hal ini mengundang permasalahan. Akan tetapi setelah itu beliau mengingatkan agar mereka tidak berpatokan pada sebab (iktiyar) tersebut, akan tetapi hendaknya hati mereka bertumpu kepada Allah. Itulah tawakkal yang benar. Karenanya beliau berkata, “Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri”

Allah berfirman:

وَلَمَّا دَخَلُوا مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُمْ مَا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya´qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui (QS Yusuf : 68)

Setelah mereka masuk sesuai dengan nasehat ayah mereka (Ya’qub álaihis salam) maka tetap saja keputusan di tangan Allah, adik mereka Binyamin akhirnya toh tetap tertahan sebagaimana akan datang penjelasannya.

Adapun firman Allah إِلَّا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا “akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya´qub yang telah ditetapkannya”, maksudnya Ya’qub menyampaikan seluruh nasihat yang tersimpan di hatinya untuk kebaikan anak-anaknya. Artinya beliau berusaha semaksimal mungkin untuk memberi pengarahan kepada anak-anaknya, setelah itu beliau tenang karena beliau sudah optimal dalam menasihati. Tidak ada satu nasihatpun yang bermanfaat bagi anak-anaknya kecuali telah beliau tunaikan dan sampaikan([10]). Namun Ya’qub sudah tahu bahwasanya semua usaha yang akan dilakukan oleh anak-anaknya tidak akan merubah keputusan Allah. Adapun apa yang terjadi setelah itu ternyata Binyamin tertahan maka itu bukan karena kurangnya ilmu Ya’qub álaihis salam dalam menasehati dan mengarahkan anak-anaknya. Oleh karenanya setelah itu Allah menepis persangkaan ini dengan memuji Ya’qub. Allah berfirman:

وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui (QS Yusuf : 68)

Ilmu yang dimiliki oleh Ya’qub álaihis salam diantaranya adalah menggabungkan antara ikhtiar (usaha) dan tawakkal (penyerahan hati) kepada Allah. Dan kebanyakan manusia tidak menggabungkan diantara kedua hal ini([11]), ada yang hanya memperhatikan sebab (ikhtiar) tanpa tawakkal dan ada yang sebaliknya hanya tawakkal akan tetapi ikhtiar tidak ada atau kurang berikhtiar.

Dan akhirnya, mereka memasuki kota Mesir dan bertemu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Allahﷻ berfirman,

وَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ قَالَ إِنِّي أَنَا أَخُوكَ فَلَا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, dia menempatkan saudaranya (Binyamin) di tempatnya, dia (Yusuf) berkata, “Sesungguhnya aku adalah saudaramu, jangan engkau bersedih hati terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Yusuf: 69)

Ketika mereka bertemu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Beliau memanggil saudaranya, Binyamin dan menjelaskan bahwasanya beliau adalah Yusuf. Setelah itu, nabi Yusuf ‘alaihissalam membuat semacam trik untuk saudara-saudaranya, agar saudaranya, yaitu Binyamin, tidak bisa pulang dan mereka akan kembali lagi ke Mesir pada beberapa waktu ke depannya.

Allahﷻ berfirman,

فَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ جَعَلَ السِّقَايَةَ فِي رَحْلِ أَخِيهِ ثُمَّ أَذَّنَ مُؤَذِّنٌ أَيَّتُهَا الْعِيرُ إِنَّكُمْ لَسَارِقُونَ

Maka ketika telah disiapkan bahan makanan untuk mereka, dia (Yusuf) memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, “Wahai kafilah! Sesungguhnya kamu pasti pencuri.” (QS. Yusuf: 70)

Ketika nabi Yusuf ‘alaihissalam menyiapkan 11 sukatan untuk 11 saudaranya, beliau juga memasukkan sejenis piala emas ke dalam sukatan Binyamin. Piala itu adalah semacam bejana yang digunakan oleh raja untuk minum. Setelah itu, ketika telah berjalan menuju pulang dari kota Mesir, salah satu anggota kerajaan menahan mereka dan menuduh mereka telah mencuri. ([12])

Allahﷻ berfirman,

قَالُوا وَأَقْبَلُوا عَلَيْهِمْ مَاذَا تَفْقِدُونَ

“Mereka bertanya, sambil menghadap kepada mereka (yang menuduh), “Kamu kehilangan apa?” (QS. Yusuf: 71)

Kemudian mereka kembali lagi dan menanyakan apa yang telah terjadi atau apakah mereka telah kehilangan sesuatu? Saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak merasa ketakutan maupun gemetar, karena mereka merasa tidak bersalah dan tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Allahﷻ berfirman,

قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ. قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الْأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ. قَالُوا فَمَا جَزَاؤُهُ إِنْ كُنْتُمْ كَاذِبِينَ. قَالُوا جَزَاؤُهُ مَنْ وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِين

“Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu. Mereka (saudara-saudara Yusuf) menjawab, “Demi Allah, sungguh, kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk berbuat kerusakan di negeri ini dan kami bukanlah para pencuri. Mereka berkata, “Tetapi apa hukumannya jika kamu dusta? Mereka menjawab, “Hukumannya ialah pada siapa ditemukan dalam karungnya (barang yang hilang itu), maka dia sendirilah menerima hukumannya. Demikianlah kami memberi hukuman kepada orang-orang zalim.” (QS. Yusuf: 72-75)

Allahﷻ berfirman,

فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاءِ أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ أَخِيهِ كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ. قَالُوا إِنْ يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَهُ مِنْ قَبْلُ فَأَسَرَّهَا يُوسُفُ فِي نَفْسِهِ وَلَمْ يُبْدِهَا لَهُمْ قَالَ أَنْتُمْ شَرٌّ مَكَانًا وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَصِفُونَ

“Maka mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan (piala raja) itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami mengatur (rencana) untuk Yusuf. Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui. Mereka berkata, “Jika dia mencuri, maka sungguh sebelum itu saudaranya pun pernah pula mencuri.” Maka Yusuf menyembunyikan (kejengkelan) dalam hatinya dan tidak ditampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya), “Kedudukanmu justru lebih buruk. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan.” (QS. Yusuf: 76-77)

Setelah itu, mereka mulai diperiksa satu per satu. Nabi Yusuf ‘alaihissalam mulai memeriksa sukatan dari saudara-saudaranya yang paling besar hingga sukatan yang dibawa oleh Binyamin. Ternyata, ditemukan bahwa piala raja berada pada sukatan Binyamin.

Allah menyatakan bahwa كَذَلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ “Demikianlah Kami mengatur (trik) untuk Yusuf”. Adapun “trik” Allah tersebut nampak pada hal-hal berikut :

Pertama: Yusuf tidak langsung menyuruh pegawai kerajaan untuk memberi pengumuman bawa piala raja hilang, akan tetapi Yusuf memberi jeda sebentar, yaitu setelah kakak-kakaknya meninggalkan lokasi lalu berjalan menuju ke Mesir baru kemudian ada pengumuman kehilangan. Hal ini agar trik ini terlihat seakan-akan alami. Seandainya pengumuman langsung diumumkan sementara kakak-kakaknya belum beranjak sama sekali maka mereka akan menduga bahwa ini adalah jebakan.

Kedua: Pengumuman juga dilakukan secara umum di kota Mesir, sehingga untuk semakin memperkuat bahwa seakan-akan ini adalah kejadian alami. Dan kakak-kakaknya berhak untuk dituduh karena mereka adalah orang asing, dan sebelum mereka datang tidaklah terjadi pencurian.

Ketiga: Ketika petugas kerajaan mengadakan pemeriksaanpun yang diperiksa tidak langsung suketannya Binyamin akan tetapi diakhirkan pemeriksaannya, agar semakin memperkuat bahwa kejadian seakan-akan natural tanpa direncanakan.

Keempat: Sebelum petugas kerajaan mengadakan pemeriksaan mereka berdialog dengan kakak-kakaknya Yusuf, tentang apa hukuman bagi orang yang ketahuan mencuri. Maka kakak-kakaknya menjawab sesuai dengan ajaran agama mereka yaitu ajaran Ya’qub ‘alaihis salam, bahwasanya barang siapa yang mencuri maka balasannya sang pencuri akan dijadikan budak bagi orang yang dicuri. Hal ini berbeda dengan aturan di kerajaan Mesir, yang barang siapa yang mencuri tidaklah dijadikan budak akan tetapi disuruh membayar berkali lipat. Sementara maksud Yusuf adalah untuk menahan adiknya Binyamin, sehingga jika Binyamin dihukum dengan aturan kerajaan maka Binyamin tetap akan pulang ke Palestina dan hanya disuruh membayar saja.

Kelima: Selain itu dengan cara menyerahkan jenis hukuman kepada kakak-kakak nya menunjukan bahwasanya Yusuf tidak dzolim sama sekali.

Akhirnya, saudara-saudaranya terkejut dan menimpali bahwa memang Binyamin memiliki kebiasaan mencuri, dahulu saudaranya -seibu- (maksudnya adalah nabi Yusuf ‘alaihissalam) juga adalah seorang pencuri. Setelah nabi Yusuf ‘alaihissalam mendengar penuturan mereka, beliau merasa sesak, namun hanya di dalam hati. Beliau tetap tenang dan tidak mengungkapkan kekesalannya di depan mereka. Beliau bergumam di dalam hati bahwa “Kedudukan kalian justru lebih buruk Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan.” ([13]) Diantara akhlak mulia adalah mampu meredam amarah dalam hati. Karenanya tidak semua kejengkelan dalam hati harus serta merta kita ungkapkan di status, di instagram, dan di medsos.

Allahﷻ berfirman,

قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَبًا شَيْخًا كَبِيرًا فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ. قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ نَأْخُذَ إِلَّا مَنْ وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهُ إِنَّا إِذًا لَظَالِمُون

“Mereka berkata, “Wahai Al-Aziz! Dia mempunyai ayah yang sudah lanjut usia, karena itu ambillah salah seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat engkau termasuk orang-orang yang berbuat baik. Dia (Yusuf) berkata, “Aku memohon perlindungan kepada Allah dari menahan (seseorang), kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya, jika kami (berbuat) demikian, berarti kami orang yang zalim.” (QS. Yusuf: 78-79)

Mereka sadar bahwa saudara mereka, Binyamin, tertahan di dalam kerajaan. Sedangkan mereka telah berjanji dengan ayah mereka akan menjaganya dan tidak membiarkannya tertangkap. Setelah itu, mereka merayu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Lalu nabi Yusuf ‘alaihissalam menanggapi rayuan mereka bahwa beliau tidak mungkin menahan orang yang tidak melakukan kejahatan. Akan tetapi, beliau akan menahan orang yang ketahuan mencuri piala sang raja.

Allahﷻ berfirman,

فَلَمَّا اسْتَيْأَسُوا مِنْهُ خَلَصُوا نَجِيًّا قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الْأَرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ

“Maka ketika mereka berputus asa darinya (putusan Yusuf) mereka menyendiri (sambil berunding) dengan berbisik-bisik. Yang tertua di antara mereka berkata, “Tidakkah kamu ketahui bahwa ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan (nama) Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf? Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri ini (Mesir), sampai ayahku mengizinkan (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang terbaik.” (QS. Yusuf: 80)

Setelah mereka bersusah payah merayu nabi Yusuf ‘alaihissalam dan tidak berhasil, hal itu membuat mereka merasa putus asa. Akhirnya, mereka berunding. Saudara mereka yang paling tua mengingatkan bahwa ayah mereka telah mengambil perjanjian dengan mereka untuk menjaga Binyamin dan dahulu mereka juga telah melakukan kesalahan terhadap Yusuf ‘alaihissalam. Dia bertekad untuk tidak pulang hingga ayah mereka mengijinkannya untuk pulang, karena dia sudah terlanjur malu untuk bertemu dengan ayahnya atas kejadian tersebut. ([14])

Ia berkata:

ارْجِعُوا إِلَى أَبِيكُمْ فَقُولُوا يَا أَبَانَا إِنَّ ابْنَكَ سَرَقَ وَمَا شَهِدْنَا إِلَّا بِمَا عَلِمْنَا وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِين. وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا وَإِنَّا لَصَادِقُونَ

“Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya anakmu telah mencuri dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui dan kami tidak mengetahui apa yang di balik itu. Dan tanyalah (penduduk) negeri tempat kami berada, dan kafilah yang datang bersama kami. Dan kami adalah orang yang benar.” (QS. Yusuf: 81-82)

Kemudian, saudara yang paling tua memerintahkan kepada saudara-saudaranya yang lain untuk pulang menemui ayah mereka dan menjelaskan bahwa saudara mereka telah mencuri. Selain itu, mereka juga menegaskan kepada ayah mereka untuk menanyakan penduduk kota Mesir atau kafilah dagang yang pulang dari kota itu, karena mereka tahu bahwa kasus Binyamin yang telah mencuri piala sang raja adalah kejadian yang besar. ([15])

Allahﷻ berfirman,

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ

“Dia (Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik.” (QS. Yusuf: 83)

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam tidak percaya dengan mereka, karena mereka telah dikuasai hawa nafsu mereka. Beliau hanya bisa bersabar dengan kesabaran yang baik, artinya tidak mengeluh kepada manusia sama sekali.

عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Maha bijaksana.” (QS. Yusuf: 83)

Subhanallah, nabi Ya’qub ‘alaihissalam semakin bertawakal kepada Allahﷻ dan berdoa semoga Allahﷻ mendatangkan mereka semua, yaitu Binyamin, saudaranya yang paling tua dan nabi Yusuf ‘alaihissalam([16]). Nabi Ya’qub ‘alaihissalam berdoa seperti ini tatkala beliau benar-benar terdesak. Begitulah seharusnya keadaan orang yang beriman. Semakin dia terdesak, maka dia semakin berserah diri kepada Allahﷻ. Semua yang terjadi pasti di atas ilmu Allahﷻ dan menyimpan hikmah.

Allahﷻ berfirman,

وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَا عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ

“Dan dia (Yakub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih (buta) karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya).” (QS. Yusuf: 84)

Lalu, nabi Ya’qub ‘alaihissalam berpaling dari anak-anaknya. Dia teringat lagi dengan apa yang terjadi dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam, bersedih dan tak kuasa untuk menahan tangisan. Beliau selalu menangis hingga matanya menjadi putih dan hilang bagian matanya yang hitam yang mengakibatkan beliau mengalami kebutaan.

Ya’qub selain bersedih beliau juga menahan kemarahan terhadap anak-anaknya yang membuatnya jengkel. Kemarahan tersebut beliau pendam dan tidak beliau ungkapkan, padahal betapa durhaka anak-anak beliau yang telah memisahkan beliau dari Yusuf bertahun-tahun, yang begitu tega membuang adik mereka sendiri Yusuf. Belum lagi mereka menggerutu dan mengata-ngatain Ya’qub ketika Ya’qub menyebut-nyebut Yusuf kembali. Allahﷻ berfirman,

قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ

“Mereka berkata, “Demi Allah, engkau tidak henti-hentinya mengingat Yusuf, sehingga engkau (mengidap) penyakit berat atau engkau termasuk orang-orang yang akan binasa.” (QS. Yusuf: 85)

Mereka merasa khawatir, kesal dan cemburu karena ayah mereka senantiasa mengingat nabi Yusuf ‘alaihissalam, meskipun telah tiada. Sehingga, dengan sebab itu membuat beliau menjadi buta. ([17])

وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كظِيمٌ، قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ، قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Dan Ya´qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: “Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa”. Ya´qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya” (QS Yusuf : 84-86)

البَثُّ adalah puncak kesedihan dengan memikirkan tentang suatu yang buruk, adapun الحُزْنُ adalah kesedihan terhadap musibah yang telah lalu. Dan keduanya terkumpul pada Ya’qub, dimana beliau terus memikirkan kesulitan-kesulitan yang akan menimpa Yusuf karena hidup dalam keasingan serta tidak ada yang memperhatikannya dan itulah البَثُّ, adapun الحُزْنُ karena beliau bersedih akan musibah yang lampau dengan terpisahnya beliau dari Yusuf([18]). Sebagian ulama berpendapat bahwa البَثُّ adalah الحُزْنُ الْعَظِيْمُ kesedihan yang berat. Sehingga maksud dari perkataan Nabi Ya’qub adalah beliau mengeluhkan segala jenis kesedihannya baik kesedihan yang berat maupun yang ringan hanya kepada Allah([19]).

Sebagian ulama berkata:

البَثُّ أَشَدُّ الْحُزْنِ، إِنَّمَا سُمِّيَ الْحُزْنِ الْبَثَّ، لِأَنَّ صَاحِبَهُ لاَ يَصْبِرُ عَلَيْهِ، حَتَّى يَبُثَّهُ أَيْ: يَفْشُوْهُ

البَثُّ adalah puncak kesedihan. Dinamakan kesedihan dengan البَثُّ karena orang yang mengalaminya tidak sabar menghadapinya hingga akhirnya ia menceritakannya, yaitu menyebarkannya (kepada orang lain dengan mengeluh/curhat)” ([20])

Al-Hasan Al-Bashri berkata:

كَانَ مُنْذُ فَارَقَ يُوسُفُ يَعْقُوبَ إِلَى أن التقيا، ثمانون سنة، لم يفارق في الْحُزْنُ قَلْبَهُ، وَدُمُوعُهُ تَجْرِي عَلَى خَدَّيْهِ، وَمَا عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ عَبَدٌ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ يَعْقُوبَ

“Sejak Yusuf berpisah dengan Ya’qub hingga mereka berdua bertemu kembali adalah 80 tahun, maka semenjak itu pula kesedihan tidak pernah terlepas dari hati Ya’qub, air matanya mengalir di kedua pipinya. Padahal tidak ada hamba di atas muka bumi yang paling dicintai oleh Allah dari pada Nabi Ya’qub” ([21])

Karenanya jika seseorang sering mengalami kesedihan, janganlah ia berburuk sangka kepada Allah, siapa tahu dia dicintai oleh Allah. Jangan pula ia berputus asa bagaimanapun juga, sebagaimana Nabi Ya’qub yang selalu berharap agar Allah mengembalikan Nabi Yusuf kepadanya, akhirnya setelah 80 tahun Allah pun mengabulkan dan mempertmukan mereka kembali.

Setelah itu Ya’qub ‘alaihis salam berkata kepada anak-anaknya:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf: 86-87)

Ayat ini menjelaskan bahwa tatkala kondisi semakin genting nabi Ya’qub ‘alaihissalam memerintahkan anak-anaknya untuk pergi lagi menuju Mesir untuk mencari kabar tentang nabi Yusuf ‘alaihissalam. Padahal, selama bertahun-tahun sebelumnya beliau sama sekali tidak pernah menyebutkan masalah Yusuf ‘alaihissalam. Nabi Ya’qub ‘alaihissalam juga berpesan kepada mereka agar jangan berputus asa dari rahmat Allahﷻ. ([22])

Allahﷻ berfirman,

فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ

“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata, “Wahai Al-Aziz! Kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tidak berharga, maka penuhilah jatah (gandum) untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami. Sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang yang bersedekah.” (QS. Yusuf: 88)

Setelah itu, saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam pergi ke kota Mesir. Dan tatkala mereka bertemu dengan beliau, mereka berkata bahwa mereka dan keluarga mereka di Palestina telah ditimpa penderitaan. Subhanallah, setelah nabi Yusuf ‘alaihissalam mendengar perkataan mereka, beliau menjadi teringat dengan ayah, ibu dan keluarga beliau di dalam penderitaan. Saudara-saudaranya tidak mempunya harta yang cukup untuk ditukar dan membeli sukatan gandum. Mereka berharap agar nabi Yusuf ‘alaihissalam memberikan sukatan gandum seperti biasanya, meskipun dengan bayaran (dinar/dirham/barteran) yang sedikit.

Mereka berkata kepada Yusuf:

إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ

Sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang yang bersedekah.” (QS. Yusuf: 88)

Yaitu mereka memotivasi Yusuf untuk berbuat baik kapada mereka dengan pahala orang bersedekah. Ini menunjukan bahwa yang namanya sedekah bukan hanya memberikan hadiah berupa harta secara total, bahkan mengurangi harga barang juga merupakan sedekah kepada pembeli([23]). Demikian juga sebaliknya jika seseorang membeli barang dengan tanpa menawar (padahal ia mampu untuk menawar dan biasanya harga akan diturunkan) dalam rangka untuk membantu penjual maka ini termasuk sedekah. Bahkan sebagian ulama menjelaskan diantara bentuk bersedakah dengan bersembunyi-sembunyi dan tangan kiri tidak mengetahui adalah bersedekah dengan tidak menawar harga barang yang ia beli.

Ini juga isyarat bahwa orang yang berbuat baik akan diberi ganjaran sempurna oleh Allah meskipun yang berhutang budi tidak membalas kebaikannya. Ini juga isyarat tentang keikhlasan dalam bersedekah yaitu tidak berharap dari orang yang dibaiki dan dibantu, akan tetapi berharap kepada Allah semata.

Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak tega melihat kondisi tersebut. Dan akhirnya, beliau sebagai menteri menjelaskan jati diri beliau yang sebenarnya.

Allahﷻ berfirman,

قَالَ هَلْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ

“Dia (Yusuf) berkata, “Tahukah kamu (kejelekan) apa yang telah kamu perbuat terhadap Yusuf dan saudaranya karena kamu tidak menyadari (akibat) perbuatanmu itu?” (QS. Yusuf: 89)

Ayat ini menjelaskan bahwa ketika nabi Yusuf ‘alaihissalam menegur mereka pun dengan kata-kata yang lembut. Dan seakan-akan beliau memberikan uzur bagi mereka, tidak ada dendam sama sekali di dalam hati beliau. Yaitu seakan-akan udzur mereka ketika medzalimi Yusuf dan Binyamin adalah dahulu ketika mereka masih jahil, masih muda, dan belum mengerti([24]). Mereka terkejut dengan menteri tersebut yang tiba-tiba menyinggung dan mengetahui perkara saudara mereka, nabi Yusuf ‘alaihissalam. ([25])

Allahﷻ berfirman,

قَالُوا أَ إِنَّكَ لَأَنْتَ يُوسُفُ قَالَ أَنَا يُوسُفُ وَهَذَا أَخِي قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

“Mereka berkata, “Apakah engkau benar-benar Yusuf?” Dia (Yusuf) menjawab, “Aku Yusuf dan ini saudaraku. Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barang siapa bertakwa dan bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90)

Akhirnya, mereka mencoba menebak apakah benar bahwa menteri yang ada di hadapan mereka adalah saudara mereka, nabi Yusuf ‘alaihissalam? Kemudian, menteri tersebut mengakui bahwa beliau memang benar-benar Yusuf ‘alaihissalam, saudara mereka dan Binyamin yang berada di sisinya.

Ayat ini menjelaskan bahwa takwa dan sabar adalah dua hal yang harus digabungkan antara keduanya. Terkadang di temukan sebagian orang yang bertakwa, namun dia tidak bersabar. Atau sebaliknya, sebagian orang telah bersabar, namun dia tidak bertakwa kepada Allahﷻ. Yusuf álaihis salam telam menyempurnkan tingkatan-tingkatan kesabaran. Ia telah sabar dengan الصَّبْرُ الاِخْتِيَارِيُّ sabar ikhtiyari (pilihan) dan الصَّبْرُ الاِضْطِرَارِيُّ sabar idtirori (sabar terpaksa). Sabar pilihan ketika beliau bersabar atas rayuan sang wanita dengan godaan yang begitu berat. Demikian juga beliau bersabar untuk tidak membalas keburukan kakak-kakaknya bahkan memaafkan mereka dan berkata-kata halus kepada mereka. Sabar terpaksa ketika beliau dilemparkan di dalam sumur, dijual jadi budak, dipenjarakan, dan juga bersabar terpisah dari ayahnya yang sangat ia cintai puluhan tahun.

Sebagaimana telah lalu bahwasanya orang yang berbuat baik, tidak hanya mendapatkan kebaikan di akhirat saja, bahkan dia juga mendapatkan kebaikan di dunia. Barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Allahﷻ tidak akan menyia-nyiakan ganjaran bagi orang yang berbuat kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana nabi Yusuf ‘alaihissalam, dimana beliau diberikan kemuliaan di dunia oleh Allahﷻ.

Ayat ini juga menjelaskan boleh bagi seseorang menyebutkan tentang nikmat yang ia perloleh karena kesabaran dan ketakwaan, tentunya bukan karena újub tapi karena التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ menceritakan nikmat yang Allah berikan([26]).

Allahﷻ berfirman,

قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ كُنَّا لَخَاطِئِينَ. قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Mereka berkata, “Demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan engkau di atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa).” Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 91-92)

Ayat ini menjelaskan bahwasanya nabi Yusuf ‘alaihissalam sama sekali tidak merasa dendam kepada saudara-saudaranya. Meskipun mereka telah berbuat kesalahan kepada beliau pada masa lalu. Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak mencerca dan mengungkit kesalahan-kesalahan mereka kepada beliau. Bahkan, beliau mendoakan saudara-saudaranya agar Allahﷻ mengampuni mereka. ([27])

Ayat ini juga menunjukan bahwa yang menjadi patokan adalah penghujung. Jika melihat kondisi awal maka kakak-kakaknya Yusuf dalam kondisi mulia sementara Yusuf dalam kondisi menderita, akan tetapi endingnya berbalik, Yusuf yang mulia. Karenanya seseorang jangan terpedaya dengan kondisi saat ini, yang menentukan adalah kondisi akhir seseorang.

Allahﷻ berfirman,

اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ

“Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.” (QS. Yusuf: 93)

Allahﷻ menjelaskan tentang mukjizat lain yang diberikan kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam. Nabi Yusuf ‘alaihissalam memerintahkan saudara-saudaranya agar membawa jubah beliau dan melemparkannya kepada wajah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, maka beliau akan bisa melihat kembali, karena nabi Yusuf ‘alaihissalam mengetahui bahwa ayah beliau buta. Setelah itu, nabi Yusuf ‘alaihissalam juga berpesan kepada mereka agar membawa semua keluarga mereka -yakni Bani Israil- ke kota Mesir agar Yusuf menyambung silaturahmi dengan mereka seluruhnya.([28])

Allah bisa saja menyembuhkan kebutaan Ya’qub tanpa harus dengan baju Yusuf álaihis salam, akan tetapi Allah mentaqdirkan dengan kesembuhan tersebut dengan sebab bajunya Nabi Yusuf álaihis salam. Hal ini tentu untuk memuliakan Yusuf álaihis salam.

Allahﷻ berfirman,

وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لَأَجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلَا أَنْ تُفَنِّدُونِ

“Dan ketika kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), ayah mereka berkata, “Sesungguhnya Aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (QS. Yusuf: 95)

Tatkala saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam pulang dari kota Mesir dan datang menuju kota Palestina, dari beberapa jarak yang jauh, angin sudah membawa aroma jubah nabi Yusuf ‘alaihissalam kepada nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Demikian juga yang dialami oleh nabi Ya’qub ‘alaihissalam bahwa beliau mencium aroma jubah nabi Yusuf ‘alaihissalam, akan tetapi keluarga([29]) nabi Yusuf ‘alaihissalam tetap saja mengejek ayah mereka. Mereka berkata,

قَالُوا تَاللَّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلَالِكَ الْقَدِيمِ

“Mereka (keluarganya) berkata, “Demi Allah, sesungguhnya engkau masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.” (QS. Yusuf: 95)

Allahﷻ berfirman,

فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ. قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ

“Maka ketika telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diusapkannya (baju itu) ke wajahnya (Yakub), lalu dia dapat melihat kembali. Dia (Yakub) berkata, “Bukankah telah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa).” (QS. Yusuf: 96-97)

Lalu, Nabi Ya’qub ‘alaihissalam berkata,

قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Dia (Yakub) berkata, “Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh, Dia Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 98)

Sebagian ulama menyebutkan bahwa Ya’qub menunda permohonan ampunan anak-anaknya karena beberapa sebab, diantaranya :

    Nabi Ya’qub ‘alaihissalam akan memohonkan ampunan untuk mereka pada waktu sahur. Karena waktu istighfar terbaik adalah pada waktu sahur. ([30])
    Ya’qub adalah seorang murobbi (pendidik) anak-anaknya, maka beliau ingin menjadikan anak-anaknya merasa bahwa dosa dan kesalahan yang mereka lakukan adalah kesalahan besar yang mengakibatkan penderitaan yang begitu lama hingga puluhan tahun. Jika Ya’qub langsung memaafkan dikawatirkan mereka merasa bahwa kesalahan mereka ringan
    Bisa jadi Ya’qub tidak tahu bahwa Yusuf sudah memaafkan mereka, sementara dosa mereka tidak hanya berkaitan dengan Ya’qub akan tetapi lebih berkaitan dengan Yusuf, sehingga Ya’qub ingin memastikan dulu apakah Yusuf sudah memaafkan mereka atau belum([31]).

Berbeda dengan Yusuf yang langsung memaafkan, karena kondisinya Yusuf adalah penguasa yang sangat mampu untuk membalas kakak-kakaknya dengan begitu mudah dan dengan apa yang ia inginkan. Tentu hal ini menjadikan kakak-kakaknya terus dalam kekawatiran jika Yusuf belum memaafkan mereka, karenanya Yusuf menyegerakan untuk memaafkan mereka, selain Yusuf sendiri adalah orang yang sangat pemaaf. Terlebih lagi Yusuf memafkan tatkala bisa membalas dendam. Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ، دَعَاهُ اللَّهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي أَيِّ الْحُورِ شَاءَ

“Barangsiapa mampu menahan amarahnya sedangkan ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat hingga Dia memberinya (kebebasan) memilih bidadari yang ia suka.” ([32])

Lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan Abu Sufyan dan bahkan memuliakannya dengan memberikan jaminan keamanan jika seseorang bersembunyi di rumah Abu Sufyan, padahal dia telah berulang-ulang ingin membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam Mekkah, seharusnya waktu itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas dendamnya kepada Abu Sufyan. Akan tetapi yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan adalah masuk ke dalam Kabbah dan melaksanakan shalat, setelah itu beliau keluar menemui orang-orang kafir Quraisy yang telah berkumpul dan berkata,

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، مَا تَظُنُّوْنَ أَنِّي فَاعِلٌ بِكُمْ؟ قاَلُوا خَيْرًا؛ أَخٌ كَرِيْمٌ وَابْنُ أَخٍ كَرِيْمِ (وَفِي رِوَايَةٍ : وَقَدْ قَدِرْتَ)، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْيَوْمَ أَقُوْلُ لَكُمْ مَا قَالَ أَخِي يُوْسُفُ مِنْ قَبْلَ: {لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ} اِذْهَبُوا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ

“Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?” Orang Quraisy berkata, ‘Menurut kami yang akan kau lakukan adalah kebaikan. Engkau adalah seorang yang mulia, dan anak dari seorang yang mulia, (dalam riwayat lain) sedangkan engkau telah mampu membalas.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘“ada hari ini aku mengatakan kepada kalian sebagaimana perkataan saudaraku Yusuf, ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang’ [QS. Yusuf : 92], Pergilah! Sekarang kalian bebas.” ([33])

Allahﷻ berfirman,

فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ. وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا

“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, dia merangkul (dan menyiapkan tempat untuk) kedua orang tuanya seraya berkata, “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf).” (QS. Yusuf: 99-100)

Semua keluarga nabi Ya’qub ‘alaihissalam atau yang disebut dengan bani Israil pergi berangkat menuju kota Mesir untuk bertemu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Tatkala mereka sampai di tempat nabi Yusuf ‘alaihissalam, maka beliau pun mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam kerajaan dan mengayomi kedua orang tua beliau. Nabi Yusuf ‘alaihissalam meletakkan kedua orang tuanya di singgasananya. Mereka pun ruku’ kepada beliau. Artinya adalah bahwa ini merupakan bentuk penghormatan kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam. Di antara syariat pada zaman bani Israil adalah diperbolehkan bagi mereka untuk ruku’ kepada manusia sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh bani Israil kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam. ([34])

Allahﷻ berfirman,

وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا

“Dan dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan.” (QS. Yusuf: 100)

Saat itulah nabi Yusuf ‘alaihissalam memberitahukan kepada nabi Ya’qub ‘alaihissalam bahwa apa yang terjadi merupakan tafsir mimpi yang beliau ceritakan kepadanya pada masa lalu dan Allahﷻ menjadikan mimpi tersebut menjadi kenyataan.

Nabi Yusuf ‘alaihissalam kala itu bermimpi melihat matahari, bulan dan sebelas bintang sujud kepada beliau. Artinya adalah ayah beliau, yaitu nabi Ya’qub ‘alaihissalam, ibu dan sebelas saudaranya ruku’ di hadapan beliau. Hal itu sebagai bentuk penghormatan kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam. ([35])

Allahﷻ berfirman,

وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي

“Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku.” (QS. Yusuf: 100)

Ayat ini bercerita bahwa tentu nabi Ya’qub ‘alaihissalam ingin mengetahui bagaimana Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjadi menteri. Kemudian nabi Yusuf ‘alaihissalam mulai bercerita tentang kisahnya yang menjadi sebab beliau bisa dalam kondisi sedemikian rupa. Nabi Yusuf ‘alaihissalam sudah berjanji untuk tidak mencela saudara-saudaranya, oleh karena itu beliau tidak bercerita tentang kesalahan saudara-saudaranya yang telah melemparkan beliau ke dasar sumur. Namun, nabi Yusuf ‘alaihissalam langsung bercerita bagaimana beliau bisa berada di dalam penjara lalu dikeluarkan oleh Allah dari penjara.

Di antara kenikmatan lain yang Allahﷻ berikan kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah Allahﷻ mendatangkan saudara-saudaranya bani Israil dari kota kampung/pedesaan di negeri Syam di Palestina menuju kota Mesir untuk mempertemukan mereka dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam, setelah setan mengadu domba antara beliau dengan saudara-saudaranya.

Adapun permasalahan antara Yusuf dan saudara-saudaranya, bagaimana kecemburuan saudara-saudaranya kepada Yusuf, tentu diketahui oleh Ya’qub. Maka hal ini tidak perlu Yusuf sembunyikan dari ayahnya dan dari kakak-kakaknya. Yang menakjubkan adalah Yusuf menungkapkan permasalahan tersebut dengan menyandarkan kesalahan bukan kepada kakak-kakaknya akan tetapi kepada syaitan([36]).

Nabi Ya’qub ‘alaihissalam mengetahui bahwa kesalahan adalah pada saudara-saudara Yausuf karena cemburu kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam. Akan tetapi, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengungkapkan pertikaian antara ia dan saudara-saudaranya tersebut dengan cara tidak membela dirinya dan tidak menyalahkan saudara-saudaranya. Tetapi, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengungkapkan bahwa kesalahan yang terjadi adalah karena setan yang telah mengadu domba di antara mereka. Nabi Yusuf ‘alaihissalam sama sekali tidak ingin untuk mencela saudara-saudaranya. Ini merupakan bentuk pemaafan yang luar biasa dan bentuk komitmen terhadap perkataannya kepada saudara-saudaranya. ([37])

Nabi Yusuf menyebutkan kondisi-kondisi sulitnya ketika sedang dalam kondisi nyaman, ini menunjukan bahwa seseorang tatkala dalam kondisi nyaman hendaknya mengingat kondisi-kondisi sulit di masa lalunya agar ia lebih bersyukur([38]).

Ayat ini juga menunjukan bahwa berpindah dari pedesaan kepada perkotaan adalah kenikmatan, hal ini karena di kota kebutuhan banyak mudah terpenuhi([39]).

Allahﷻ berfirman,

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Sungguh, Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Maha bijaksana.” (QS. Yusuf: 100)

Demikianlah bahwa Allahﷻ Maha Lembut. Allahﷻ mengantarkan kebaikan kepada seseorang tanpa dia sadari atau menjauhkan keburukan dari seseorang tanpa dia sadari. Betapa banyak orang yang keadaannya seperti ini, yaitu Allahﷻ mengangkat derajatnya tanpa disadari, dengan halus Allahﷻ mengantarkannya kepada tempat yang semakin mulia, sebagaimana yang telah dialami oleh nabi Yusuf ‘alaihissalam. Demikian juga diantara makna kelembutan Allah adalah Allah menghindarkan keburukan dari seorang hamba dengan cara-cara yang tidak disadari oleh sang hamba. Nama Allah Al-Lathiif (maha lembut) juga menunjukan Allah mengetahui perkara-perkara yang detail dan halus.

Allahﷻ berfirman,

رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

“Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)

Ini menunjukan akan pentingnya berdoa kepada Allah agar wafat dalam kondisi husnul khotimah, yaitu wafat dalam kondisi Islam.

Kemudian, di akhir kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam, Allahﷻ berfirman kepada Nabiﷺ,

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ. وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِيْنَ

“Itulah sebagian berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal engkau tidak berada di samping mereka, ketika mereka bersepakat mengatur tipu muslihat (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur).” (QS. Yusuf: 102)

Allahﷻ menjelaskan bahwa kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam merupakan kisah gaib yang diwahyukan kepada Nabiﷺ. Beliauﷺ juga tidak hadir tatkala saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihissalam melemparkannya ke dalam sumur. Akan tetapi, Nabiﷺ mampu bercerita tentang kisah bani Israil. Hal itu karena Allahﷻ telah mengabarkannya kepada Nabiﷺ. Demikianlah kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam. Akhirnya, bani Israil yang dahulu tinggal di kota Palestina berpindah ke kota Mesir. ([40])
Nabi Yusuf di Bible :

Secara umum kisah Yusuf di Bible mirip dengan kisah Yusuf di al-Qur’an, hanya saja ada beberapa perbedaan. Diantaranya:

Pertama: Versi Bible tidak disebutkan sama sekali bagaimana Yusuf berdakwah kepada kedua penghuni penjara. Padahal ini merupakan poin yang sangat penting mengingat dalam kisah tersebut bagaimana perhatian Yusuf dalam mendakwahkan tauhid dan juga metode yang indah dalam berdakwah. Akan tetapi justru Yusuf yang mendatangi kedua penghuni penjara tersebut lalu bertanya tentang mimpi mereka berdua (lihat Kejadian 40 :6)

Kedua : Juga tidak disebutkan mukjizat Nabi Yusuf dimana bajunya menyebabkan sembuhnya ayahnya Ya’qub, yang tadinya buta menjadi melihat kembali.

Ketiga: Yusuf menceritakan mimpinya kepada kakak-kakaknya sehingga mereka semakin benci kepada Yusuf (Kejadian 37 : 8)

Keempat: Ayahnya (Ya’qub ‘alaihis salam) yang menyuruh yusuf mengikuti kakak-kakaknya mengembala (Lihat Kejadian 37 : 12-14)

Kelima: Jika versi al-Qur’an baju Yusuf terkoyak di bagian belakang dan Yusuf tetap memakainya, adapun versi Bible Yusuf meninggalkan bajunya di kamar sang wanita (lihat Kejaidan 39 : 13).

Keenam: versi al-Qur’an, ketika Yusuf dan sang wanita ketahuan oleh suami sang wanita maka Yusuf segera membela diri, dan akhirnya sang suamipun tahu kalau istrinya yang salah dan Yusuf dibebaskan. Adapun versi Bible Yusuf ketika diinterogasi oleh suami sang wanita maka Yusuf tidak membela diri dan akhirnya langsung di penjara. (Lihat Kejadian 39 : 20)

Ketujuh: Karenanya dalam versi Bible tidak ada kisah para wanita berkumpul lantas terpesona dengan ketampanan Yusuf sehingga memotong tangan-tangan mereka. Adapun dalam versi al-Qur’an Yusuf dipenjara setelah kejadian tersebut.

Kedelapan: Versi al-Qur’an Ya’qub tidak pernah menduga Yusuf telah mati, karena ia tahu Yusuf masih hidup berdasarkan mimpi Yusuf, sehingga ia selalu bersedih. Adapun versi Bible Ya’qub ‘alaihis salam menyatakan bahwa putranya Yusuf telah meninggal (Lihat Kejadian 42 : 38)

Kesembilan: Versi al-Qur’an, Ya’qub ‘alaihis salam tidak pernah mengeluhkan penderitaannya kepada manusia, sementera versi Bible Ya’qub mengeluh tentang kehidupannya yang buruk (lihat Kejadian 47 : 9)

Dan masih ada perbedaan-perbedaan yang lain.
_____

Footnote:

([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/397

([2]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/398

([3]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/398

([4]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/399

([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/224

([6]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/399

([7]) As-Samáani berkata :

أَكْثَرُ الْمُفَسِّرِيْنَ عَلَى أَنَّهُ خَافَ الْعَيْنَ

“Mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwasanya (washiat Ya’qub tersebut) karena beliau kahwatir áin” (Tafsir as-Samáni 3/47)

Beliau khawatir áin karena anak-anaknya 11 orang lelaki semua bersaudara dari satu ayah (Lihat Tafsir al-Qurthubi 9/227)

([8]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/400

([9]) Lihat At-Tahriir wa at-Tanwiir 13/20-21

([10]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir 13/24

([11]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir 13/25

([12]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/400-401

([13]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/402-403

([14]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/403-404

([15]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/404

([16]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/404

([17]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/405

([18]) Lihat At-Tahrir wa at-Tanwir 13/45

([19]) Lihat Fathul Qodiir, Asy-Syaukani 3/59

([20]) Lihat Bahrul Úluum, As-Samarqondi 2/207

Asy-Syaukani berkata :

وَقَدْ ذَكَرَ الْمُفَسِّرُونَ أَنَّ الْإِنْسَانَ إِذَا قَدَرَ عَلَى كَتْمِ مَا نَزَلَ بِهِ مِنَ الْمَصَائِبِ كَانَ ذَلِكَ حُزْنًا، وَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى كَتْمِهِ كَانَ ذَلِكَ بَثًّا، فَالْبَثُّ عَلَى هَذَا: أَعْظَمُ الْحُزْنِ وَأَصْعَبُهُ

“Para ahli tafsir menyebutkan bahwasanya seseorang jika mampu untuk menyembunyikan musibah yang menimpanya maka itu disebut الْحُزْن, namun jika tidak mampu untuk menyembunyikannya maka itu disebut dengan الْبَثُّ. Dengan demikian maka adalah kesedihan yang terbesar dan terberat” (Fathul Qodiir 3/59)

([21]) Tafsir Ibn Katsiir 4/413

([22]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/406

([23]) Lihat: al-Basiith, al-Wahidi 12/230

([24]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal 404

([25]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/408

([26]) Lihat Fawaid Mustanbathoh min Qisshot Yusuf álaihis salam hal 40

([27]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/409

([28]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/409

([29]) Yang dimaksud dengan keluarga Yusuf di disini bukanlah kakak-kakak Yusuf, karena tentu kakak-kakak Yusuf sedang dalam perjalanan dari Mesir menuju Palestina. Keluarga ini tentu kerabat Yusuf yang dekat dengan Ya’qub akan tetapi bukanlah anak-anak Ya’qub.

([30]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/410

([31]) Lihat Tafsir al-Maroghi 13/40

([32]) HR. Ibnu Majah 2/1400 no. 4186

([33]) Hadits ini meskipun mashyur dalam kitab-kitab sirah Nabi akan tetapi secara sanad adalah dhoíf. (Lihat Ad-Dhaoífah, Al-Albani no 1163). Adapun penamaan kaum musyrikin yang dibebaskan oleh Nabi ketika Fathu Makka dengan nama الطُّلَقَاءُ (Yang dibebaskan) telah datang dalam banyak hadits yang shahih. (silahkan lihat risalah disertasi penulis yang berjudul نَقْضُ اسْتِدْلاَلاَتِ دُعَاةِ التَّعَدُّدِيَّةِ الدِّيْنِيَّةِ بِالنُّصُوْصِ الشَّرْعِيَّةِ – أَنْدُوْنِيْسِيَا أَنْمُوْذَجًا- hal 386)

([34]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/411-412

([35]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/412

([36]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal 405 dan Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim 2/360

([37]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/267

([38]) Lihat Fawaid Mustanbathoh min Qisshot Yusuf, As-Sa’di hal 40. Karenanya diantara doa Uwais al-Qoroni adalah beliau disembuhkan dari penyakit baros akan tetapi agar Allah tetap menyisakan seukuran dirham di tubuhnya agar ia selalu bersyukur kepada Allah.

([39]) Lihat Tafsir al-Qosimi 6/222

([40]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/271